Bengkulu, (ANTARA News) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu mengaku kesulitan mengusir gerombolan gajah liar yang sering masuk dan merusak areal perkebunan penduduk di Kabupaten Muko Muko. Kepala Koordinator Polisi Hutan (Polhut) BKSDA Bengkulu Anthoni ketika ditanya di Bengkulu, Jumat (24/11) mengakui gangguan gajah di Muko Muko sudah seringkali terjadi dan merugikan petani di daerah itu. Namun, pihaknya mengaku belum mampu mengusir gajah-gajah yang berkeliaran itu, karena pengusiran hanya dilakukan dengan pola manual dan sederhana bersama masyarakat. "Salah satu cara yang dilakukan untuk mengusir gajah, yakni dengan mendatangkan gajah jinak untuk menggiring gajah-gajah yang masuk ke perkebunan penduduk kembali ke habitatnya," ujarnya. Namun usaha tersebut belum memperoleh hasil maksimal karena gajah yang diusir tersebut kembali datang dan merusak kebun masyarakat. Untuk mengatasi gangguan gajah liar tersebut Anthoni mengimbau masyarakat agar jangan terus membuka lahan dan menebangi hutan yang selama ini menjadi habitat gajah. Terganggunya habitat dengan mengganggu makanan gajah, dan karena berkurang hewan besar itu masuk ke areal perkebunan penduduk untuk mencari makan. Penebangan liar itu tidak hanya menganggu gajah, tapi jika satwa liar dan buas lainnya seperti harimau, beruang dan mereka juga bisa masuk ke perkampungan penduduk. Ketika ditanya, Antoni mengatakan, biasanya gerombolan gajah liar yang masuk ke areal perkebunan penduduk bisa mencapai 30-50 ekor. Gangguan gajah liar di Muko Muko terutama Kecamatan Muko Muko Selatan sudah sangat sering terjadi sejak tahun 2002 dan sampai saat ini masyarakat dan BKSDA masih kesulitan mengatasinya. Daerah yang sering dimasuki gerombolan gajah liar tersebut di antaranya Desa Gajah Mati, Retak Mudik Kecamatan Pondok Suguh dan Desa Talang Arah, Lubuk Talang dan Serami Baru di Kecamatan Muko Muko Selatan.(*)
Copyright © ANTARA 2006