Surabaya (ANTARA News) - Salah seorang korban jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 yang teridentifikasi, Hayati Lutfiyah (39), warga Jalan Ketintang Baru Selatan 5 B Nomor 16 Kota Surabaya akan dimakamkan di Desa Sawo Tratap, kecamatan Gedangan, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

"Saya ini mau ke Rumah Sakit Bayangkara untuk menjemput jenazah adik ipar saya. Kalau seadainya bisa saya bawa pulang malam ini, ya saya bawa, terus dimakamkan," kata Erna Susanti, kakak ipar Hayati, kepada ANTARA News di kediamannya di Jalan Nala Nomor 14 Desa Sawo Tratap, Kecamatan Gedangan, Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu.

Di bagian sudut depan rumah itu terpampang tiga foto yang ikut menjadi korban jatuhnya AirAsia QZ8501, yaitu Joko Suseno (40), Hayati Lutfiyah (39), Naura Kanita (9) dan Sumami (64).

Joko Suseno adalah adik kandung Erna Susiati, dan Naura Kanita adalah anak dari Joko Suseno dan Erna Susiati. Sedangkan, Sumami adalah ibu kandung Joko Suseno dan Erna Susiati. Dari keempat korban ini, yang baru teridentifikasi adalah Hayati Lutfiah.

"Saya tahu kalau temuan salah satu jenazah pesawat Air Asia ini adalah adik ipar saya itu dari Pak RT. Saya tahu sekitar pukul 14.00 WIB," kata Erna.

Dengan mata berkaca-kaca Erna menceritakan, awalnya dia menghubungi Ketua Rukun Tetangga (RT)-nya itu untuk mematikan lampu rumah adiknya yang ada di Jalan Ketintang Baru Selatan 5 B Nomor 16.

Saat percakapan lewat telepon itulah, menurut dia, Pak RT memberitahukan bahwa, salah seorang jenazah yang berhasil diidentifikasi tim pencari AirAsia QZ8501 adalah Hayati Lutfiah, sedangkan ketiga keluarganya yang lain belum terindentifikasi.

"Saya sudah membicarakan dengan pihak keluarga adik ipar saya, nanti mau dimakamkan di Sawo Tratap," katanya.

Erna melanjutkan, sejak awal dia tidak pernah mendapat firasat akan mendapat musibah ini. Baik itu melalui mimpi atau ucapan-ucapan dari keluarganya yang menjadi korban.

Bahkan, sebelumnya, Joko Suseno sempat menawari anaknya untuk ikut berwisata ke Singapura. Lantaran ada kegiatan pengambilan rapor, maka anaknya tidak diizinkan untuk berangkat.

Selanjutnya, ia menuturkan, pada saat hari Minggu (28/12) lalu dia bersama suami pergi untuk jalan-jalan. Tak jauh dari rumahnya, terdengar berita dari stasiun radio lokal bahwa pesawat AirAsia QZ8501 hilang kontak.

"Saat itu juga saya ke Bandara Juanda. Saya ingin tahu yang menumpang pesawat AirAsia ini siapa saja. Ini karena saya tahunya, adik saya pagi itu berangkat ke Singapura. Tapi, tak tahu naik pesawat apa," katanya.

Setibanya di bandara, dia langsung menuju Pos Komando (Posko) Crisis Center AirAsia. Oleh petugas, dia disarankan untuk ke kantor pelayanannya AirAsia. Sayangnya, petugas maskapai mulanya enggan untuk membeinfo siapa saja penumpang di pesawat naas itu.

Tak lama kemudian, dia ditelepon salah seorang wartawan yang memintanya untuk kembali ke posko. Wartawan itu mengabarkan bahwa data semua penumpang Air Asia QZ8501 sudah diumumkan pihak bandara.

"Setelah saya tahu keluarga saya naik pesawat ini, badan saya langsung lemas. Saat itu saya tidak selera makan. Tiga hari saya tidak makan dan malas diajak bicara. Baru hari ini saya makan dan perlahan mulai bisa diajak bicara dengan leluasa," katanya.

Erna mengakui, harus merelakan kepergian keluarganya yang terjadi secara mendadak ini, dan tidak pernah menyangka keluarganya akan mengalami kematian secara tragis.

Akhirnya, diapun memilih untuk merelakan kepergian mereka, agar arwahnya bisa tenang di alam baka.

"Saya sekarang tidak menangis lagi. Kenapa? Karena air mata saya sudah habis. Lagipula, saya harus merelakan kepergian mereka. Jika saya tidak merelakan, kasihan mereka. Saya juga berdoa agar semua korban bisa ditemukan. Dan, semoga ada mukjizat bahwa mereka selamat," katanya.

Pewarta: Oleh Abdul Hakim
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2014