Tulungagung (ANTARA News) - Mata Winingsih masih tampak sembab, seperti barusan menangis. Ia mengaku masih terpukul dengan nasib suaminya, Marwin Sholeh (49), salah satu penumpang pesawat AirAsia Q8501.

Winingsih pertama kali mendapat kabar duka bahwa pesawat yang ditumpangi Marwin hilang kontak dari kerabatnya yang tinggal di Malaysia pada Minggu (28/12) pagi, sekitar pukul 09.00 WIB.

Setelah itu, kata Winingsih, dirinya mengikuti pemberitaan yang ditayangkan sejumlah stasiun televisi swasta nasional.

Perempuan berusia sekitar 38 tahun ini mengaku baru menyadari firasat buruk, beberapa saat sebelum suaminya berangkat ke bandara untuk terbang ke Singapura.

"Bapak sempat minta tidur di pangkuan saya. Dia juga berpesan agar nanti (sekembali dari Singapura) tidak usah dijemput. Padahal biasanya tidak begitu," tutur Winingsih saat ditemui wartawan di rumahnya di Desa Pucanglaban, Kecamatan Pucanglaban, Senin (29/12).

Permintaan tersebut menjadi semacam firasat oleh keluarga. Namun hal tersebut baru disadari setelah keluarga mendapat kabar musibah hilangnya pesawat AirAsia QZ 8501 dengan rute penerbangan Surabaya-Singapura yang ditumpangi oleh Marwin.

"Sebelumnya kami tidak menyadari adanya firasat tersebut," imbuhnya.

Winingsih saat ditemui wartawan,  baru pulang dari Crisis Centre di Terminal 2 Juanda. Di crisis center itu, ia  mendapat kepastian suaminya ikut menjadi salah satu penumpang pesawat AirAsia yang kini dalam pencarian.

Marwin membuka praktik penyembuhan alternatif di sejumlah negara tujuan TKI, seperti Singapura, Hong Kong, dan Macau.

Layanan medis alternatif dengan jangkauan lintasnegara itulah yang menyebabkan Marwin kerap bepergian keluar negeri, termasuk saat insiden pesawat AirAsia QZ 8501 terjadi.

Keberangkatannya ke Singapura ini juga berkaitan dengan praktik pengobatan alternatif "Singo WaliSongo" yang dibukanya beberapa tahun lalu.

"Rencananya dua pekan lagi dia akan berangkat ke Hong Kong," kata Syaifudin, paman Marwin.

Pewarta: Destyan Handri Sujarwoko
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014