Jakarta (ANTARA News) - Sekjen DPP PDIP, Pramono Anung, menilai keputusan pemerintah mengenai kasus lumpur panas Lapindo Brantas sebagai bencana nasional (Disaster) sebagai keputusan yang sangat terlambat yang seharus sudah diputuskan sejak terjadinya bencana.
"Keputusan pemerintah menimbulkan kesan aneh, sehingga masalah PT Lapindo Brantas menjadi berlarut-larut yang berlangsung cukup lama, meski ada komitmen dari keluarga Bakrie bertanggung jawab atas ledakan lumpur tersebut," katanya di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, pemerintah harus lebih berani menekan pihak PT Lapindo Brantas agar mau bertanggungjawab atas tewasnya tujuh orang akibat ledakan pipa gas di sekitar areal lumpur di Sidoardjo, Jatim.
"Pemerintah harus betul-betul memberi tekanan pada perusahaan untuk bertanggungjawab," katanya.
Menurut dia, Pemerintah dan perusahaan itu harus mengambil langkah-langkah untuk mencegah agar kejadian serupa tidak terulang lagi.
Meski pemerintah sudah membentuk tim nasional, namun bukan berarti tanggung jawab itu dibebankan kepada pemerintah sepenuhnya.
Ditanya soal penjualan saham Lapindo, Pramono Anung berharap agar pemerintah, khususnya Bapepam, segera melakukan investigasi untuk mengetahui apakah penjualan saham itu sudah sesuai aturan atau tidak.
"Kalau penjualannya tidak terbuka, Bapepam bisa saja menilai itu tidak sah atau ilegal, sehingga tanggung jawab tetap ada pada pemilik saham yang lama, bukan pemilik yang baru," katanya.
Pembuangan semburan lumpur akibat eksplorasi gas PT Lapindo Brantas sejak 27 Mei 2006 ke Sungai Porong seharusnya sudah dipikirkan lebih lanjut, ujarnya.
Peristiwa meledaknya pipa gas Pertamina di km 37,800 Porong, 22 November 2006 sudah membuktikan bahwa PT Lapindo Brantas Inc tak serius menangani bencana lumpur panas yang diakibatkan oleh "blow out" di Sumur Banjar Panji I, sejak delapan bulan lalu, tuturnya.
Menurut dia, seharusnya begitu genangan lumpur terjadi, pihak Lapindo sudah memperkirakan bahaya yang diakibatkan terendamnya pipa gas itu dan pemindahan sudah dilakukan sejak awal.
Lapindo menangani masalah ini harus tuntas dan tidak hanya mengedepankan cara yang paling mudah dan murah, katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2006