Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi menawarkan program inspeksi mendadak (sidak) dan Operasi Tangkap Tangan (OTT) kepada para menteri dalam Kabinet Kerja yang dipimpin Presiden Joko Widodo.
"Ketika para menteri datang ke KPK saya menyampaikan 5 hal standar kepada para menteri terpilih, pertama adalah komitmen presiden (dalam pemberantasan korupsi) dengan KPK mengikat para menteri terpilih, kedua kami punya program sidak bersama, kalau menteri mau ada percepatan maka kita buka peluang sidak, contohnya seperti sidak di Bandara Soekarno Hatta dan sidak di KIR (Pengujian Kendaraan Bermotor)," kata Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja dalam konferensi pers Kinerja KPK di tahun 2014 di gedung KPK Jakarta, Senin.
KPK bersama Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) dan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah melakukan sidak ke Bandara Soekarno Hatta pada 26 Juli 2014 serta sidak ke Balai Pengujian Kendaraan Bermotor Kedaung Kali Angke bersama dengan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pada 23 Juli 2014.
"Kita juga ada program OTT, para petugas yang tertangkap sebenarnya (laporannya) datang dari kementerian," tambah Adnan.
Tawaran tersebut menurut Adnan berangkat dari komitmen Presiden Joko Widodo kepada KPK untuk menandatangani komitmen pemberantasan korupsi dalam Buku Putih KPK yang menjabarkan delapan agenda kerja KPK.
"Tanda tangan Pak Jokowi adalah sebuah tindakan kecil bagi presiden tapi langkah besar bagi pemberantasan korupsi, dengan tanda tangan itu Presiden Jokowi datang ke KPK dan melibatkan dalam tracking calon menteri," tambah Adnan.
Selain menawarkan sidak dan OTT, KPK juga menawarkan "help desk" yang menghasilkan kajian pencegahan korupsi.
"Terhadap program-program besar, KPK membuka help desk untuk menganalisa yang berujung pada rekomendasi dan apabila rekomendasi diabaikan seperti biasa akan jadi kasus contohnya kasus E-KTP, haji, (impor) sapi, jadi kalau mengabaikan maka mereka akan menyesal," tambah Adnan.
Adnan juga menjelaskan dalam bidang pencegahan korupsi, KPK sudah melakukan koordinasi supervisi (korsup) sektor mineral dan batubara (minerba) bersala 12 instansi pusat.
"Ada persoalan ego sektoral atau problem horizontal dan problem vertikal. Korsup di di pusat dan daerah menghasilkan pencabutan 700 IUP (Izin Usaha Pertambangan) oleh kepala daerah, dan peningkatan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dari sektor minerba hingga Rp38 triliun dari Rp28 triliun pada tahun sebelumnya," jelas Adnan.
Selain itu, pada 2014, KPK berhasil meningkatkan kesadaran penyelenggara negara dan pegawai negeri dalam melaporkan gratifikasi yang dianggap suap dari 1.391 menjadi 2.203 laporan, atau meningkat 58 persen.
Jumlah itu merupakan rekor tertinggi laporan sepanjang KPK berdiri. Selain itu, terjadi peningkatan peran serta lembaga dalam mengendalikan gratifikasi secara internal melalui Program Pengendalian Gratifikasi dari 90 lembaga, menjadi 134 lembaga, atau meningkat 49 persen.
Secara total, KPK menyetor gratifikasi senilai Rp2,47 miliar kepada kas negara dalam bentuk PNBP.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014