Jakarta (ANTARA News) - PT Pertamina Unit Pemasaran (UPms) III melakukan operasi pasar (OP) minyak tanah di sejumlah titik di wilayah Jakarta dan sekitarnya yang dalam dua pekan terakhir ini mengalami kelangkaan minyak tanah. General Manager UPms III, Achmad Faisal, di Jakarta, Jumat, mengatakan operasi pasar dilakukan hingga masyarakat benar-benar terpenuhi kebutuhan minyak tanahnya dengan harga yang normal. "OP dilakukan sejak Rabu (22/11) di sejumlah wilayah di DKI Jakarta dan sekitarnya yang mengalami kelangkaan minyak tanah," katanya di sela OP minyak tanah yang dilakukan di RT 05 RW 12 Kelurahan Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan. Pada Jumat ini, OP minyak tanah dilakukan di lima tempat di DKI Jakarta. Minyak tanah yang dijual dalam OP tersebut sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) DKI Jakarta yakni Rp2.250 per liter. Harga OP itu cukup murah dibandingkan harga jual minyak tanah di wilayah itu yang saat ini bisa mencapai Rp3.000 per liter. Karenanya, warga banyak yang antre ingin mendapatkan minyak tanah OP, meski mereka dibatasi 10 liter per KK. Pertamina UPms III menyediakan 5.000 liter minyak tanah di setiap titik OP. Salah seorang warga yang ikut mengantri minyak OP, Ny Siti Ulfa, mengemukakan warga terbantu dengan adanya OP ini karena harga jualnya cukup murah. "Kami bisa menghemat minimal Rp700 per liter atau Rp7.000 per 10 liter. Uang itu banyak bagi kami," ujarnya. Siti mengaku kelangkaan minyak di wilayahnya sudah terjadi setelah Lebaran akhir Oktober 2006 lalu. "Susah cari minyak tanah. Kalaupun ada, harganya mahal bisa mencapai Rp3.000 per liter," katanya. Karenanya, ia meminta, pemerintah bisa seterusnya menjamin pasokan dan mengendalikan harga minyak. Kepala Humas Pertamina UPms III, Idris Kadir, menambahkan dalam sebulan terakhir ini, cadangan minyak tanah UPms III mencapai 25 hari ke depan, sehingga seharusnya tidak terjadi kelangkaan. Namun, kelangkaan bisa terjadi kemungkinan karena cadangan tersimpan di pangkalan dan gerobak dorong. "Selain itu, suplai minyak tanah dibatasi kuota yang ditetapkan pemerintah," ujarnya. Idris juga meminta pemerintah daerah lebih aktif melakukan pengawasan. (*)

Copyright © ANTARA 2006