Jakarta (ANTARA News) - Pertumbuhan sektor properti ke depan (2007) sangat tergantung pada kebijakan Bank Indonesia (BI) dalam menetapkan BI Rate yang lebih rendah lagi. Seharusnya sektor riil 2007 sudah bergerak terkait target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3 persen, kata analis ekonomi BII, Ferry Latuhihin, di Jakarta, Jumat. "Bahkan, saya pribadi sebenarnya melihat pertumbuhan ekonomi 2007 dapat mencapai 7 persen, asalkan kebijakan ekonomi yang dijalankan diikuti kebijakan politik, seperti di China yang ekonominya mampu tumbuh 11 persen," ujarnya. Ia menyesalkan kebijakan Bank Indonesia menetapkan SBI 12,75 persen dengan dalih terjadi kenaikan inflasi yang sebenarnya bukan bertambahnya uang beredar, tetapi karena kebijakan pemerintah menaikkan BBM 126 persen Oktober 2005. Akibatnya pada 2006 daya beli masyarakat turun 20 persen akibatnya untuk menjual properti bahkan di bawah Rp400 juta-pun sangat sulit. Sementara BI bukan memberikan stimulus dengan kebijakan bunganya, tetapi justru melakukan kebijakan uang ketat yang mengakibatkan yield sektor properti yang seharusnya 10 persen menjadi tidak menarik. Ke depan ia meminta BI agar memperhatikan kebijakan suku bunga yang arahnya sebaiknya menjadi pendorong sektor riil, termasuk properti, sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Menurutnya, tujuan BI untuk melakukan kebijakan BI Rate tidak bisa dua sasaran sekaligus, yakni stabilitas inflasi atau stabilitas nilai tukar rupiah. "Tidak bisa dengan satu peluru menembak dua sasaran sekaligus," ucapnya. Ia juga mengatakan pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidak semata-mata dari kebijakan ekonomi, melainkan harus ditunjang kebijakan politik pemerintah untuk mengurangi birokrasi. "Kalau perlu ada law enforcement (penegakkan hukum) terhadap birokrasi sehingga langkah ini akan mendapat dukungan semua pihak," ujarnya. (*)
Copyright © ANTARA 2006