Perempuan kelahiran Kediri tanggal 20 November 1961 itu mencontohkan upayanya saat ia bertemu dengan salah satu anak yang terkena kasus trafficking. Ketika ditangkap pihak kepolisian anak itu masih kelas satu sekolah menengah atas (SMA).
"Akibatnya anak tersebut lantas menjadi objek banyak omong saya. Hal itu saya lakukan tidak hanya untuk memberinya semangat tapi bangkit dari keterpurukannya dan sekarang anak itu juara kelas lho," ujarnya.
Bahkan, motivasi yang diberikan itu saat ini mendorong anak korban trafficking itu mampu meneruskan pendidikannya di bangku kuliah di salah satu universitas negeri ternama di Kota Pahlawan. Kini, dia sudah memasuki semester I.
"Kami yakin dengan banyak omong yang tepat sasaran, di Surabaya hampir tidak ada lagi anak usia sekolah yang merengek minta sepatu baru, telepon seluler, dan baju baru. Namun, mau berkomitmen untuk mengembangkan potensi diri dan terus bersekolah mengingat 2015 sudah dimulai pasar bebas melalui Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)," paparnya.
Untuk mempersiapkan warga kota menghadapinya, perempuan yang menjabat sebagai Wali Kota Surabaya sejak tahun 2010 itu mengemukakan waktu 24 jam sehari dan ada tujuh hari dalam satu pekan tidak cukup. Khususnya guna membekali masyarakat dalam menyambut MEA 2015.
"Padahal beberapa bulan terakhir saya selalu siap di mobil untuk berangkat bekerja pukul 05.00 WIB setiap harinya. Namun, rasanya waktu ini mepet sekali dan tahun 2015 mepet sedangkan saya sepertinya belum menyiapkan apa-apa buat anak-anak di Surabaya," tukasnya.
Akan tetapi, tambah dia, ketika ia mendapat undangan dari World Bank untuk menjadi pembicara justru ada survei dari Konsultan di Amerika Serikat bahwa ternyata Surabaya kalah sedikit dengan Tiongkok dan India. Walau dari sisi transportasi di Tiongkok itu bagus, Surabaya justru perlu bangga karena dalam aspek yang sama juga baik.
"Apalagi, berkat kerja keras seluruh masyarakat maka perjuangan mereka tidak sia-sia. Saya pernah ada tugas ke luar negeri, saat di sana warga asing tidak lagi bertanya apa dan di mana itu Surabaya tetapi memahami bahwa Surabaya itu Risma dan Risma itu Surabaya," tuturnya.
Walau begitu, sebut dia, kondisi transportasi di Tiongkok sangat baik, bukan berarti di Negeri Tirai Bambu itu tidak ada demo dan kejahatan. Tapi, media massa di sana bisa mengemasnya dengan baik sehingga tetap banyak investor yang datang untuk menanamkan modalnya di negara tersebut.
"Sementara, yang kasihan anak-anak di Surabaya sekarang karena mereka akan bersaing dengan dunia global. Bukan hanya Asean atau anak dari luar Pulau Jawa," tandasnya sembari berharap media massa membantu kepentingan masa depan anak-anak Kota Pahlawan dengan mengemas pemberitaan yang baik pula.
Pihaknya berharap pemberitaan yang ada tidak akan membuat anak-anak sekarang yang menjadi embrio masyarakat Surabaya pada masa depan akan terpecah-belah begitu saja.
"Jangan sampai anak-anak kita jadi penonton," ucap wali kota perempuan pertama di Surabaya yang juga bertekad membangun 400 lapangan olah raga di sekolah itu.
Oleh Indra Setiawan/Ayu Citra SR
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2014