Saya melihat dalam persoalan ini seperti ada `grand design` yang dilakukan kelompok tertentu untuk mempertahankan kepentingannya memburu rente ekonomi dari bisnis impor produk pangan."

Jember (ANTARA News) - Pakar perkebunan berharap penemuan tebu transgenetik yang toleran terhadap kekeringan akan menjadi kunci menuju swasembada gula dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani.

Menurut penemu sekaligus Dosen dan peneliti di Centre for Development of Advanced Science and Technology (CDAST) Universitas Jember di Jember, Selasa, Bambang Sugiharto, Selasa, di Jember, tebu transgenetik pertama di dunia yang tahan terhadap kekeringan ini diharapkan mampu mendongkrak produktivitas gula tebu nasional yang kini masih di kisaran 5,25 ton per hektare.

Apalagi berdasarkan data produksi di lahan uji coba pabrik gula Rejosarie, Magetan, Jawa Timur, kata Bambang, hablur per hektare dari tanaman Produk Rekayasa Genetika (PRG) meningkat 207,33 persen dibandingkan tanaman non PRG di areal yang sama.

Peningkatan hablur per hektare ini, katanya, akan membantu peningkatan produksi gula nasional yang tahun ini ada di kisaran 2,5 juta ton, sedangkan kebutuhan gula pada periode yang sama diperkirakan 5,9 juta ton.

Menurut Bambang, hasil temuan rekayasa genetika yang dikembangkan PTPN XI melalui kerja sama dengan Ajinomoto Co. Inc dan Universitas Jember dan diberi nama NXI 4T ini akan mengatasi masalah ketersediaan air karena bertambah luasnya lahan kering akibat perluasan permukiman dan persaingan penggunaan lahan untuk budi daya tanaman lain dan adanya perubahan iklim.

"Dari total areal perkebunan tebu PTPN XI yang mencapai 72.572 hektare, sekitar 29.049 hektare di antaranya merpakan lahan kering," katanya.

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia, Arum Sabil, menilai tebu transgenetika yang berhasil dikembangkan Universitas Jember ini akan mengurangi impor gula karena bisa meningkatkan produksi lewat rendemen dan bobot tanaman.

Yang penting, menurut dia saat menerima kunjungan pewakilan dari perusahaan benih dipadepokan pertaniannya di Jember, harus ada kemauan politik dari pemerintah karena tanaman rekayasa teknologi ini merupakan jawaban terhadap masalah pangan dan peningkatan kesejahteraan petani. "Upaya petani untuk mengandalkan tanaman konvensional untuk mendongkrak produksi gula nasional tidak lagi cukup. Kita petani tradisional bisa mengambil manfaat bersama-sama dari penemuan ini," kata Arum.

Dia meminta pemerintah bisa bersikap lebih bijaksana dan transparan dalam masalah gula nasional. Pemerintah juga tidak pernah memberi kepastian mengenai persoalan tanaman bio teknologi ini, sementara beberapa kalangan selalu bicara mengenai bahaya menggunakan produk dari tanaman jenis ini, katanya.

Namun di sisi lain, tegas Arum, negara ini justru selalu mengandalkan impor komoditas yang justru berasal dari tanaman transgenetika, seperti kedelai untuk produksi tahu dan tempe maupun jagung untuk pakan ternak.

"Saya melihat dalam persoalan ini seperti ada grand design yang dilakukan kelompok tertentu untuk mempertahankan kepentingannya memburu rente ekonomi dari bisnis impor produk pangan," katanya.

Pewarta: Arief Pujianto
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014