Sebenarnya perbedaan itu merupakan keniscayaan, karena masing-masing kita adalah manusia yang terbatas

Jakarta (ANTARA News) - Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Paramadina, Jumat (19/12), menyelenggarakan Malam Anugerah Ahmad Wahib Award 2014, yaitu penghargaan Kompetisi Esai, Blog dan Video Ahmad Wahib.

Acara tersebut dihadiri oleh Menteri Agama RI (Menag) Lukman Hakim Saifuddin didampingi Didik J Rahbini selaku Ketua Yayasan Wakaf Paramadina dan Ikhsan Alifauzi selaku Direktur PUSAD Paramadina.

Pada acara bertema “Inspirasi untuk Toleransi” itu, Menag Lukman Hakim Saifuddin berharap kegiatan penganugerahan tersebut dapat menginspirasi para kaum muda untuk memperjuangkan toleransi dan pluarisme di Indonesia.

Selaku Menteri Agama, Lukman Hakim mengaku mendapat amanah untuk mengurusi kehidupan keagamaan semua warga negara Indonesia, dengan upaya menebarkan toleransi di tengah-tengah masyarakat yang merupakan sesuatu hal yang sangat penting untuk selalu dikembangkan.

“Kita perlu memiliki kesadaran tersebut dalam menjaga toleransi,” ujar Menag.

Toleransi penting, lanjutnya, bukan semata karena Indonesia adalah bangsa yang plural, majemuk, beragam, dan heterogen tapi memang perbedaan tersebut sesuatu yang sunatullah (pemberian) dari Tuhan, yang mengehendaki kita itu berbeda-beda.

Menag berkisah bahwa dia mengenal Ahmad Wahib (alm) pada sekitar tahun 83-an sepulang mondok di Pesantren Gontor, Jawa Timur.

Menurutnya, ada buku yang menjadi perbincangan anak-anak muda ketika itu dan selalu menjadi bahan diskusi yang menarik. Semenjak itulah Lukman Hakim muda tertarik membaca buku tentang pergolakan peradaban Islam sebagai sebuah catatan harian Ahmad Wahib.

Menag mengaku banyak hal yang sangat menarik terkait catatan harian Ahmad Wahib.

Namun ada beberapa hal pula yang menjadi pertanyaan baginya, seperti salah satu petikan tentang “sebenarnya semua bisa bersatu”.

Toleransi dalam pandangan Menag bukan untuk menyatukan yang berbeda karena perbedaan itu niscaya. Al Qur’an menjelaskan, bila memang Tuhan menginginkan semua sama, sangatlah mudah. Namun nyatanya kita berbeda-beda dan karena perbedaan itulah kita menghadapi ujian-Nya.

Dari situ, akan dilihat siapa yang paling banyak melakukan kebajikan.

“Sebenarnya perbedaan itu merupakan keniscayaan, karena masing-masing kita adalah manusia yang terbatas,” ucap Menag.

Hal lain yang digarisbawahi Menag terhadap sosok Ahmad Wahib (alm) adalah terkait catatan hariannya, bahwa Ahmad Wahib beragama dengan hati.

Bila Ahmad Wahib menggugat atau mempertanyakan, itu bukan karena ingin menolak, tapi justru karena ingin mencari tahu kebenaran itu sendiri.

Menag mengingat salah satu catatan hariannya yang mengatakan “Satu-satunya hakim dalam kehidupan Islam bagi seorang muslim adalah hati nuraninya, bukan fatwa-fatwa ulama, bukan isi buku-buku agama. Ketentuan-ketentuan dari kawan semua yang terakhir itu merupakan sekedar bahan-bahan pertimbangan yang memang harus dipertimbangkan.”

Catatan lainnya, “Islam adalah hati nurani setelah sungguh-sungguh mempertimbangkan pendapat-pendapat, kepentingan-kepentingan, cita-cita orang lain dan kelompok sosial di sekelilingnya”.

Itulah yang ingin disampaikan oleh Ahmad Wahib bahwa Islam itu merupakan hati nurani.

Menutup sambutannya, Menag mengatakan bahwa toleransi harus disikapi oleh hati nurani. Untuk itu, tidak semestinya memaksa pihak lain untuk mengerti diri kita sendiri, karena perbedaan itu “sunatullah”, pemberian Tuhan .

Sebelumnya, Ketua Panitia Siswo Mulyantono menyampaikan, bahwa kegiatan ini merupakan wadah untuk menuangkan ide atau gagasan tentang toleransi yang harus terus dikampanyekan kepada generasi muda.

“Kenapa generasi muda, karena jumlah survei menemukan intoleransi dan radikalisme cukup tinggi di kalangan anak muda,” ucap Siswo.

Pemikiran Ahmad Wahib menjadi inspirasi kaum muda terkait pluralisme dan toleransi, sesuai dengan catatan hariannya. Oleh karena itu, pemikiran Wahib perlu diperluas dan diperkenalkan kepada khalayak umum, karena catatan hariannya bisa dibuat untuk berdiskusi dan mengajak siapapun yang membacanya untuk berpikir merdeka dan menghormati mereka yang berbeda.

Siswo berharap sayembara ini dapat melahirkan karya-karya terbaik sebagai sumber inspirasi dan toleransi seperti Ahmad Wahid. Sayembara ini adalah program dua tahunan yang diselenggarakan oleh wakaf Paramadina di bawah PUSAD dengan peserta 258 yang terdiri atas peserta esai 166 org, peserta blog 82 orang.

Sebanyak 173 laki-laki dan 125 perempuan. Kebanyakan peserta adalah mahasiswa di universitas, lalu pelajar di SMA dan SMK.

Pewarta: Fitri Supratiwi
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014