Mataram (ANTARA News) - Gubernur Nusa Tenggara Barat TGH M Zainul Majdi meresmikan pengiriman 54 ton rumput laut jenis Cottoni ke Vietnam untuk dijadikan bahan baku produk pangan olahan dan kosmetik.

Pelepasan tiga unit truck pengangkut rumput laut tersebut dirangkai dengan kegiatan peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-56 Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), yang digelar di bekas Bandara Selaparang, Kota Mataram, Rabu.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) NTB Aminollah yang mendampingi Gubernur NTB mengatakan rumput laut yang diekspor ke Vietnam tersebut milik PT Bintang Jaya yang menyerap produksi petani di Pulau Sumbawa.

"Perusahaan itu sudah sering mengirim, tapi secara formal belum dilihat oleh gubernur. Untuk itu, kami minta pada acara HUT NTB ada legal formal untuk menunjukkan bahwa NTB punya komoditas ekspor," katanya.

PT Bintang Jaya, kata dia, rata-rata mengirim sebanyak 200 ton rumput laut jenis Cottoni ke Vietnam, namun tidak setiap bulan karena tergantung volume serapan dari petani.

Perusahaan tersebut masih kesulitan mendapatkan komoditas hasil laut tersebut untuk memenuhi permintaan pasar ekspor, terutama dari hasil produksi petani di Pulau Lombok.

Menurut Aminollah, para petani rumput laut di Pulau Lombok, masih terpaku pada pedagang pengumpul, sehingga belum bisa menjadi mitra PT Bintang Jaya.

"Peluang ekspor rumput laut masih cukup besar, namun NTB belum bisa memenuhinya," ujarnya.

Dia menyebutkan, target produksi rumput laut pada 2014 sebanyak 760 ribu ton, namun hingga triwulan IV/2014 baru tercapai 760 ribu ton.

Belum tercapainya target produksi, menurut Aminollah, disebabkan beberapa faktor, salah satunya adanya petani atau nelayan yang beralih profesi dari petani rumput laut menjadi pembudi daya lobster.

Meskipun demikian, produksi rumput laut pada 2014 lebih banyak dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 756.355 ton.

"Produksi rumput laut dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan dan kami terus berupaya untuk meningkatkan lagi angka produksi guna memenuhi peluang pasar ekspor," ucap Aminollah.

Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi rumput laut, kata dia, melalui pengembangan kawasan minapolitan rumput laut. Program itu sudah dilaksanakan sejak 2010.

Ada 10 sentra minapolitan rumput laut di NTB, yakni di Pulau Lombok, meliputi Desa Pengantap, Kabupaten Lombok Barat, dengan potensi 600 hektare, Teluk Gerupuk, Kabupaten Lombok Tengah dengan potensi sekitar 200 hektare.

Selain itu, sentra minapolitan rumput laut di Kabupaten Lombok Timur, masing-masing Teluk Ekas dengan potensi 400 hektare dan Teluk Serewe dengan potensi 800 hektare, serta di Teluk Awang dengan potensi 400 hektare.

Sementara sentra minapolitan rumput laut di Pulau Sumbawa, berada di Kertasari Kabupaten Sumbawa Barat dengan potensi 400 hektare, Labuhan Mapin, Kabupaten Sumbawa dengan potensi 300 hektare, di Kecamatan Terano dengan potensi 2.000 hektare.

Ada juga di Kuangko, Kabupaten Dompu dengan potensi mencapai 800 hektare, dan di Waworada, Kabupaten Bima, dengan potensi mencapai 2.000 hektare.

Dia menjelaskan, minapolitan merupakan kerangka berpikir dalam pengembangan agribisnis berbasis perikanan di suatu daerah. Minapolitan adalah wilayah yang berisi sistem agribisnis berbasis perikanan dengan penggeraknya usaha agribisnis.

Selain minapolitan, kata Aminollah, pihaknya juga mengembangkan bibit rumput laut berkualitas, bantuan sarana untuk pengembangan rumput laut dan penanganan pascapanen, serta progam pendukung lainnya.

"Pengembangan agribisnis rumput laut merupakan salah satu program unggulan dalam rangka menekan angka kemiskinan sekaligus meningkatkan taraf hidup masyarakat di kawasan pesisir," katanya.

Pewarta: Awaludin
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014