Hodan, 18 dan temannya Hafsa, 20, terbang dari Sydney dalam dua pekan terakhir setelah berbohong kepada keluarga mereka tentang ke mana mereka pergi, menurut surat kabar itu, lapor SANA.
Gadis-gadis itu berisiko terkena hukuman penjara 10 tahun jika mereka melakukan perjalanan ke daerah-daerah yang dianggap benteng kelompok garis keras Negara Islam di Suriah dan Irak (ISIS).
Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop dikutip oleh surat kabar itu mengatakan, bahwa pemerintah perlu untuk bekerja sama dengan masyarakat dan keluarga, yang merupakan "baris pertama pertahanan".
"Mereka menjadi orang-orang yang dapat mendeteksi perubahan perilaku atau menentukan apa anak-anak mereka jadinya," katanya.
"Mereka tampaknya pemuda Australia yang berpikir mereka pergi untuk petualangan - baik atau tidak. Mereka kemudian bergabung dengan organisasi teroris yang melakukan serangan-serangan brutal dan mengejutkan."
Banyak gadis bertemu calon suami mereka melalui situs Ask.fm, di mana teroris muda menceritakan kepada mereka dunia tentang tindakan teror mereka.
Seorang wanita Inggris yang memantau situs itu mengatakan kepada The Times of London: bahwa saya katakan 90 persen dari pesan Ask.fm pada orang-orang ini adalah usul atau lamaran pernikahan.
"Jika kamu begitu menarik. Maukah kau menikah denganku kalau aku datang ke Suriah?"
Jaksa Agung Australia George Brandis mengatakan kepada Daily Telegraph bahwa keluarga yang sekarang di garis depan otoritas berharap menghentikan pemuda Australia melakukan perjalanan ke wilayah tersebut.
"Keluarga harus memberitahu kepada setiap anggota keluarga atau teman-teman di sana untuk tidak terlibat dalam pertempuran apapun dan meninggalkan Suriah atau Irak sesegera mungkin.
"Meninggalkan wilayah itu adalah cara terbaik untuk mengurangi potensi bahaya bagi diri mereka sendiri dan orang lain," katanya. (AK)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014