Medan (ANTARA News) - Perlu diberikan pendidikan pada masyarakat yang terlibat "konflik" dengan orangutan Sumatera untuk mengakhiri pembantaian terhadap satwa langka yang dilindungi Undang-Undang tersebut. Pembantaian tersebut terjadi karena masyarakat belum memahami UU dan peraturan yang melindungi orangutan, kata Ketua Club Peduli Orangutan Indonesia, Neshayani Harahap dalam suatu pernyataan yang diterima ANTARA di Medan, Selasa (21/11).
Pernyataan tersebut disampaikan berdasarkan hasil Lokakarya, "Pendidikan Orangutan Sumatera 2006 Untuk Menyelamatkan Spesies Melalui Pendidikan dan Penyadaran" yang digelar di Medan baru-baru ini.
Menurut Harahap, program pendidikan tersebut dapat meningkatkan kesadaran semua pihak seperti penegak hukum, pemerintah, perkebunan serta masyarakat dan akan menjadi solusi jangka panjang terhadap meningkatnya pertahanan populasi orangutan. Selain itu, katanya, kerjasama diantara pemangku kepentingan (stakeholders) merupakan syarat mutlak untuk mensukseskan upaya pendidikan dan penyadaran masyarakat.
Pemerintah pusat maupun daerah diminta untuk berperan aktif dalam mendorong dan membantu implementasi pendidikan penyelamatan orangutan Sumatera, jelasnya.
Ia mengatakan, berdasarkan ketentuan UU Nomor 5 Tahun 1990 pasal 21 menyebutkan bahwa orangutan adalah satwa yang dilindungi sehingga dilarang ditangkap, dilukai, dibunuh, disimpan, dimiliki, dipelihara, diangkut dan diperdagangkan baik hidup ataupun mati dimana saja satwa itu terdapat.
Populasi orangutan Sumatera terancam punah akibat berbagai ancaman, yakni menyusutnya habitat secara drastis, pembantaian orangutan yang dianggap sebagai hama pertanian maupun alasan lain dan bayinya diambil untuk diperdagangkan serta dipelihara secara tidak syah. Meskipun sudah ada UU Nasional dan Internasional yang melindungi orangutan, populasi spesies ini terus menurun hingga tersisa kurang lebih 7.000 ekor. Apabila tidak ada tindakan secepatnya, orangutan Sumatera di habitat yang tersisa akan punah dalam kurun waktu 10-15 tahun mendatang, tambahnya. (*)
Copyright © ANTARA 2006