Kabul (ANTARA News) - Geriyawan Taliban menewaskan setidaknya 19 orang dalam serangkaian serangan senjata api dan bunuh diri di Afghanistan, Sabtu, menandakan situasi keamanan memburuk saat pasukan NATO akan mengakhiri misi tempur mereka di negara itu.
Satu ledakan bom bunuh diri menghantam satu bus militer di Kabul, menewaskan setidaknya enam tentara, sementara seorang pejabat senior Mahkamah Agung dibunuh di Kabul dan 12 pekerja penjinak ranjau Afghanistan ditembak mati di daerah timur Afghanistan.
Dua tentara NATO juga tewas, Jumat dalam satu seraan di Afghanistan timur, kata Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) dalam satu pernyataan, tanpa mengidentiifikasi kebangsaan mereka.
Taliban mengaku bertanggung jawab atas semua serangan itu.
Aksi kekerasan terbaru itu terjadi menjelang berakhirnya perang NATO secara resmi melawan Taliban pada 31 Desember 2014 setelah 13 tahun gagal mengalahkan kelompok garis keras itu.
Pertumpahan darah itu mematahkan klaim bahwa pemberontakan itu melemah dan menimbulkan kekhawatiran bahwa Afghanistan dapat terseret dalam aksi kekerasan yang berlarut-larut sementara kehadiran militer pimpinan AS menurun.
Pasukan NATO pimpinan AS di Afghanistan akan berubah pada 31 Desember dari missi tempur menjadi peran pendukung, dengan jumlah pasukan dikurangi menjadi sekitar 12.500 personil menurun dari saat puncaknya mencapai 130.000 tentara tahun 2010.
Pada Sabtu, para korban dibawa ke rumah sakit setelah seorang pembom bunuh diri meledakkan bom yang dibawanya dekat satu bus militer di tengah kota Kabul.
"Enam anggota Tentara Nasional Afghanistan (ANA) gugur," kata wakil juru bicara kementerian pertahanan Dawlat Waziri kepada AFP. "Banyak orang dibawa ke rumah sakit."
Taliban sering menargetkan bus-bus yang membawa karyawan pemerintah dan personil militer ke tempat kerja mereka, kendatipun usaha-usaha oleh pasukan keamanan untuk memberikan perlindungan pada kendaraan-kendaraan mereka.
Pada Sabtu pagi gerilyawan Taliban membunuh seorang pejabat senior Mahkamah Agung di Kabul ketika ia meninggakan rumahnya untuk pergi ke kantor.
Gerilyawan itu juga membunuh 12 pekerja penjinak ranjau di Provinsi Helmand.
Presiden Ashraf Ghani mengutuk serangan itu sebagai "tidak dapat dibenarkan dan non-Islami".
(Uu-H-RN)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014