Kebijakan pemerintah yang telah merealisasikan penaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada pertengahan November lalu cukup mengurangi beban kurs rupiah

Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat pagi bergerak melemah sebesar 77 poin menjadi Rp12.427 dibandingkan posisi sebelumnya Rp12.350 per dolar AS.

Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra di Jakarta, Jumat mengatakan bahwa dolar AS melanjutkan penguatan terhadap mata uang rupiah, dampak sentimen risk aversion atau alih risiko melanda pasar keuangan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

"Sebagian pelaku pasar keluar dari aset mata uang yang beresiko di emerging market dan cenderung beralih ke dolar AS," katanya.

Menurut dia, kekhawatiran pelaku pasar itu seiring dengan penurunan harga minyak mentah dunia sehingga memunculkan potensi deflasi terhadap perekonomian global, yang bisa menurunkan minat belanja konsumen yang akhirnya membuat perlambatan pertumbuhan.

"Namun, tekanan yang terjadi saat ini pada mata uang emerging market bersifat jangka pendek sehingga tidak mengganggu industri investasi di dalam negeri," katanya.

Chief Investment Officer CIMB Principal Asset Management (CPAM), Cholis Baidowi menambahkan bahwa kinerja mata uang rupiah masih lebih baik dibandingkan nilai tukar di negara kawasan Asia.

"Kebijakan pemerintah yang telah merealisasikan penaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada pertengahan November lalu cukup mengurangi beban kurs rupiah," katanya.

Di sisi lain, ia mengatakan bahwa pelemahan mata uang rupiah juga tidak terlalu membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sehingga ruang ekspansi dalam mendorong infrastruktur ke depan masih baik.

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2014