Kekerasan bukan hanya di rumah tapi juga di pondok pesantren, panti asuhan, bahkan ruang publik. Kondisi ini menunjukkan bahwa kekerasan sudah dalam taraf darurat,"
Kediri (ANTARA News) - Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menegaskan apapun alasan kekerasan yang diberikan pada anak, tidak dapat diterima dan hukum harus ditegakkan.
Arist mengemukakan hal itu dalam seminar tentang perlindungan anak di Kediri, Jawa Timur, Rabu.
Ia mengatakan, kekerasan pada anak bisa terjadi di mana saja, bukan hanya di rumah tapi juga bisa di lembaga pendidikan, seperti panti asuhan, bahkan pondok pesantren. Bentuk-bentuk kekerasan itu merupakan pelanggaran hak anak.
"Kekerasan bukan hanya di rumah tapi juga di pondok pesantren, panti asuhan, bahkan ruang publik. Kondisi ini menunjukkan bahwa kekerasan sudah dalam taraf darurat," katanya.
Pihaknya prihatin dengan beredarnya video santri dicambuk di sebuah lembaga pendidikan keagamaan di Jombang. Kondisi itu menunjukkan seolah-olah melegalkan kekerasan dalam agama.
Padahal, lanjut dia, dalam melakukan hukuman pun di agama ada konteksnya, seperti cambuk tidak boleh ke atas, jika hendak memukul pantat tidak boleh keras dilakukan. Namun, yang terjadi dalam rekaman video tersebut, sangat memprihatinkan.
Ia menegaskan, penegakan hukum harus dilakukan dalam menangani kasus kekerasan termasuk yang terekam dalam video tersebut. Hal itu juga sesuai dengan UU positif, bahwa tidak dibenarkan melakukan kekerasan dengan alasan apapun dan harus dihentikan.
Menurut dia, banyak hukuman yang bisa diberikan untuk memberikan efek jera pada anak, selain melakukan kekerasan, seperti membaca beberapa juz Kitab Suci Al-Quran, serta hukuman mendidik lainnya.
"Jika anak keluar tanpa izin, bisa dihukum dengan yang lain bukan cambuk. Hukuman itu tidak dibenarkan. Kekerasan itu merupakan tindak pidana," katanya menjelaskan.
Pihaknya mengatakan, di Indonesia kasus anak yang berhadapan dengan hukum sangat banyak. Selama kurun waktu empat tahun, mulai 2010 sampai 2014 ada 21 juta anak mengalami kekerasan. Dari jumlah itu, 58 persen di antaranya terkait kasus kejahatan seksual.
Pewarta: Destyan Hendri Sujarwoko
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014