Bogor, (ANTARA News) - Tidak jadinya "helipad" yang ada di dekat Taman Teratai Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor (PKT-KRB) di bawah otoritas Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) didarati oleh Presiden Amerika Serikat (AS) George W Bush dalam kunjungannya ke Istana Kepresidenan di Bogor, Senin (20/11), oleh pihak KRB belum disikapi secara resmi. "Alasan mengapa akhirnya `helipad` di KRB tidak jadi difungsikan, itu lebih ke arah wewenang pihak pengamanan, namun buat kami, sekarang fokusnya adalah bagaimana secepatnya menormalkan kembali fungsi-fungsi konservasinya," kata juru bicara PKT-KRB, Ir Sugiarti kepada ANTARA di Bogor, Selasa pagi (21/11). Ia mengemukakan hal itu saat ditanya mengenai respons KRB atas batalnya "helipad" yang dibangun di kawasan konservasi itu, dimana sebelumnya banyak pihak yang sebenarnya telah keberatan, namun tetap dibangun, tapi kemudian tidak jadi dimanfaatkan. Menurut Sugiarti, terlepas dari kontroversi sebelumnya, persoalan yang nyata dihadapi saat ini adalah momentum kunjungan Presiden Bush telah dilewati, sehingga pihaknya tidak lagi berada dalam posisi menerima atau menolak. "Jadi, pasca (kontroversi) itu, adalah bagaimana mengembalikan fungsi (tempat yang dipakai helipad) itu ke fungsi resapan air dan konservasi," katanya. Dalam sepekan ke depan, kata dia, pihaknya segera melakukan koordinasi internal di KRB untuk membahas rencana pengembalian fungsi konservasi di aera "helipad" tersebut. Diakuinya bahwa lepas dari akhirnya "helipad" di KRB tidak dipakai Presiden Bush mendarat, ada respons yang disebutnya "tidak diduga" dari masyarakat luas, mengenai kepedulian yang tinggi atas mandat-mandat konservasi tumbuhan yang diemban oleh PKT KRB. "Kami sangat apresiatif (dari kontroversi helipad itu), yang secara tidak terduga membuat citra KRB sebagai pusat konservasi menjadi terangkat, tidak saja di Indonesia, namun juga mendunia karena momentum kunjungan Presiden Bush itu disorot dunia," katanya. Kini, kata dia, tinggal bagaimana Indonesia tetap konsisten untuk meneruskan dan melanjutkan tugas-tugas konservasi tumbuhan, yang sebenarnya adalah kekayaan sangat berharga dari sumberdaya alam hayati yang dimiliki demi tetap lestarinya lingkungan. "Mungkin, spirit untuk makin peduli dan konsisten semacam itulah yang dapat membawa tugas konservasi menjadi semakin meluas, dan bukan hanya tugas dari `konservasionis` di tempat-tempat seperti kebun raya saja," katanya. Soal "helipad" di KRB, sempat menjadi keberaratan mantan Menteri Lingkungan Hidup era Presiden Abdurrahman Wahid itu, Sony Keraf, yang kini adalah anggota DPR-RI dari Fraksi PDIP. Ketika kontroversi "helipad" itu muncul, ia menyayangkan terjadinya gangguan dan kerusakan terhadap konservasi lingkungan di Kebun Raya Bogor bila "helipad" dibangun di kawasan itu. Kerusakan dimaksud adalah bahwa penggunaan helikopter juga akan menganggu ketenangan habitat berbagai satwa dan burung di sana. Dari sisi konservasi alam, juga potensial mengganggu tanaman langka karena kemungkinan akan terjadi penebangan atau pemangkasan pepohonan. "Terhadap pembangunan `helipad itu`, kami memrotes dan sebaiknya pendaratan (helikopter) di kebun raya dibatalkan," kata Sony Keraf, saat itu. Sebagai "museum tumbuhan hidup", PKT KRB menyimpan 20 persen kekayaan flora Indonesia. "Para penyusun buku `Botanic Garden` di dunia mengatakan kalau disuruh memilih enam kebun raya di dunia, yang jumlahnya lebih dari 500, maka salah satu (yang dipilih) adalah Kebun Raya Bogor, karena keistimewaan sejumlah koleksinya untuk waktu lama masih terjaga," kata Kepala PKT-KRB, Dr Ir Irawati dalam sebuah perbincangan dengan ANTARA. Menurut dia, saat ini jumlah specimen (contoh) tumbuhan di PKT-KRB sekitar 200 ribu lebih, sedangkan jenisnya kurang dari jumlah itu. Koleksi yang ada, kata dia, termasuk jenis tumbuhan di Indonesia yang sudah dalam kondisi kritis --dengan dugaan menuju punah--dan beberapa di antaranya banyak koleksi yang sudah tua umurnya. "Itu sebetulnya koleksi yang sangat berharga karena tidak banyak negara lain yang mempunyai koleksi setua itu dan (tumbuh) besar di sini," katanya. Dikemukakannya bahwa orang asing, termasuk para ilmuwan dan peneliti botani senang melihat koleksi tumbuhan ke KRB karena untuk jenis yang berusia tua dan langka ternyata masih hidup.(*)
Copyright © ANTARA 2006