Jakarta (ANTARA News) - Kalimat bijak "carilah ilmu sekalipun ke negeri Cina (Tiongkok)" yang telah diriwayatkan sejak seribu tahun yang silam ternyata masih relevan hingga sekarang.
Negeri tirai bambu tersebut telah menunjukkan kemajuan pesat dalam pembangunan yang dapat dipelajari, terutama oleh negara berkembang, seperti Indonesia.
Di tingkat provinsi, seperti Guangdong, pembangunan tampak begitu pesat dengan infrastruktur serta gedung-gedung pencakar langit bertebaran hampir di seluruh kota dan pembangunan jalan raya yang memadai hingga ke perdesaan.
Salah satu desa yang menikmati pembangunan di Tiongkok adalah Desa Zhusan yang mayoritas masyarakatnya bekerja sebagai petani.
Akibat lajunya pembangunan itu, Desa Zhusan dapat megembangkan potensi wisata desa tersebut yang setiap tahunnya dapat mendatangkan sekitar empat juta wisatawan.
Sekretaris Partai Komunis di tingkat desa (Zhusan), Shen Fu, baru-baru ini, mengatakan bahwa sebanyak 95 persen rumah penduduk yang tergolong miskin sudah lebih modern karena mendapat subsidi dari pemerintah untuk membuat bangunan dari tembok.
"Mereka juga diberi kesempatan untuk mengembangkan diri di dunia bisnis untuk menggarap lahan-lahan perkebunan kacang, jagung, beras, dan ubi," katanya.
Kepada beberapa wartawan ASEAN yang berkunjung ke provinsi tersebut, pada 27 November lalu, konsultan untuk Divisi Pers pada Kantor Urusan Luar Negeri di Provinsi Guangdong, Tiongkok, Jiang Zheqin mengatakan, "Seeing is believing (kita baru percaya kalau sudah melihatnya sendiri)."
Ungkapan tersebut disampaikan saat Jiang ingin membuktikan kepada para wartawan ASEAN bahwa Tiongkok telah membuat perubahan yang besar dengan membawa mereka melihat langsung pertumbuhan pembangunan yang pesat, mulai dari situasi perkotaan di provinsi Guangdong hingga ke predesaan.
Selama dalam perjalanan dari daerah perkotaan ke perdesaan, Jiang menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang dapat dilihat dari cara provinsi Guangdong membangun kota dengan banyaknya gedung-gedung pencakar langit serta pembangunan infrastruktur yang cepat, mulai dari pembangunan jalan raya bersusun hingga jaminan ketersediaan pasokan listrik.
Untuk itu, Jiang mengajak negara-negara anggota ASEAN, termasuk Indonesia, membangun kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan pada masa mendatang.
"Kita memang memiliki masalah kecil, antara lain isu Laut Tiongkok Selatan. Akan tetapi, hal itu hanyalah persoalan kecil yang harus diselesaikan. Kepentingan yang lebih besar adalah bagaimana kita membangun kerja sama yang saling menguntungkan," kata Jiang.
Menurut Jiang, setiap tahun Guangdong menyelenggarakan konferensi yang menghasilkan lebih dari 15 proyek kerja sama dengan negara-negara ASEAN dan hal ini menunjukkan semangat kedua belah pihak (ASEAN dan Guangdong) untuk meningkatkan hubungan yang makin membaik.
Sementara itu, Wakil Direktur Divisi Hubungan Komersial pada Departemen Komersial Guangdong, Chen Yanling, mengakui pentingnya negara-negara anggota ASEAN sebagai mitra dagang Tiongkok yang sama-sama memiliki potensi pasar yang besar, baik dari sisi jumlah pendukduk maupun potensi bisnis.
ASEAN (Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara) terdiri atas Indonesia, Malaysia, Filipina, Brunei Darussalam, Kamboja, Myanmar, Singapura, Thailand, Vietnam, dan Laos.
Chen menjelaskan bahwa Guangdong telah membangun kurang lebih 300 pabrik di negara-negara ASEAN dengan nilai sekitar 1,40 miliar dolar AS dan proyek-proyek yang kontrak kerja samanya sudah ditandatangani senilai 3,5 miliar dolar AS.
Dengan Indonesia, kata Chen, Guangdong mencatat volume perdagangannya sekitar 11,2 miliar dolar AS atau sekitar 11 persen dari total volume perdagangan dengan negara-negara ASEAN, sementara nilai investsainya mencapai 400 dolar AS atau 4 persen dari total nilai investasi ASEAN.
Ia seraya menambahkan peluang investasi yang masih terbuka luas adalah di sektor konstruksi, properti, otomotif, dan pembangunan kapal.
Sementara itu, Kepala Seksi Divisi Restrukturisasi Ekonomi pada Komisi Pembangunan dan Reformasi Guangdong, Li Xiangran, mengatakan bahwa Guangdong sedang melakukan langkah-langkah reformasi ekonomi, termasuk meningkatkan keadaan yang ramah lingkunan, mempermudah perizinan investasi, meningkatkan pembangunan infrastruktur, serta menyederhanakan prosedur perolehan izin investasi.
Undang Indonesia
"Hal ini kami lakukan dalam upaya meningkatkan energi positif untuk mengundang investasi dari negara lain, termasuk dari ASEAN, dan melakukan kerja sama yang saling menguntungkan," kata Li Xiangran.
Ia menambahkan bahwa Guangdong mengundang Indonesia untuk berinvestasi di provinsi tersebut karena belum ada investor dari negara terbesar di ASEAN itu yang masuk ke Guangdong.
Tiongkok dan Indonesia memiliki karakter wilayah yang kurang lebih serupa, yaitu negara dengan daratan maupun lautan yang luas dan kedua negara tersebut sama-sama memiliki program keterhubungan (connectivity) dari satu wilayah ke wilayah lain, terutama yang selama ini masih terkendala oleh akses infrastruktur maupun informasi.
Pada kesempatan pertemuan forum APEC (Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik) di Tiongkok 2014, President Xi Jinping mengusulkan program Jalan Sutra (Silk Road), yaitu jalur perdagangan yang digagas oleh Tiongkok.
Untuk itu, Tionhgkok juga telah mempersiapkan diri dengan berbagai fasilitas, mulai dari pembangunan infrastruktur hingga teknologi tinggi yang mendukungnya, termasuk teknologi pembuatan kereta api cepat.
Menurut Asisten Presiden Perusahaan Konstruksi Kereta Api Tiongkok Tbk. Zhou Lei di sela pertemuan APEC di Tiongkok pada tanggal 11--12 November 2014, Presiden RI Joko Widodo menyatakan ingin bekerja sama dengan Tiongkok tentang proyek pembangunan kereta api cepat untuk jalur Jakarta-Surabaya.
"Pembahasan proyek ini masih pada tahap awal dan Tiongkok akan menindaklanjuti keinginan tersebut serta menunggu kepastian dari pemerintah Indonesia mengenai pelaksanaannya," kata Zhou yang juga ketua dan general manajer perusahaan tersebut.
Perusahaan Konstruksi Kereta Api Tiongkok Tbk. (China Railway Construction Corporation Limited (CRCC) didirikan pada tanggal 5 November 2007 di Beijing, yang saat ini menjadi perusahaan raksasa di bidang konstruksi jalan raya. Pada tanggal 13 Maret 2008, CRCC terdaftar di Bursa Saham Shanghai dan pada tanggal 13 November pada tahun yang sama pada Bursa Saham Hong Kong.
Dalam upaya mempersiapkan sumber daya manusia yang diharapkan dapat memperlancar komunikasi antara masyarakat kedua belah pihak, Tiongkok yang berpenduduk sekitar 1,4 miliar itu juga memiliki jurusan bahasa asing, termasuk jurusan Bahasa Indonesia di Universitas Guangdong.
Universitas Guangdong telah bekerja sama dengan universitas di Indonesia, termasuk Universitas Gajah Mada, antara lain dengan mengirim beberapa mahasiswanya, seperti Xiao Lixian (Melati) dan Ge Rui ke universitas di Yogyakarta tersebut untuk belajar bahasa Indonesia.
Setelah menyelesaikan belajarnya di Universitas Gajah Mada, Xiao Lixian dan Ge Rui kembali ke Universitas Guangdong untuk mengajar Bahasa Indonesia.
"Masyarakat Tiongkok yang ingin belajar bahasa Indonesia makin banyak. Setiap tahun kami menerima minimal 20 mahasiswa untuk satu kelas. Sebelumnya, kami menerima mahasiswa yang inigin belajar bahasa Indonesia empat tahun sekali," kata. Xia Lixian.
Oleh Bambang Purwanto
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014