Perlu juga disampaikan bahwa KPK telah mengirimkan surat permintaan cegah kepada Ditjen Imigrasi atas nama Made Meregawa dan Marisi Matondang sejak tanggal 4 Desember 2014,"
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi mencegah bepergian keluar negeri anak buah mantan bendahara umum Partai Demokrat M Nazaruddin, Marisi Matondang, terkait penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan RS Khusus Pendidikan Penyakit Infeksi/Pariwisata 2009 Universitas Udayana Bali.
"Perlu juga disampaikan bahwa KPK telah mengirimkan surat permintaan cegah kepada Ditjen Imigrasi atas nama Made Meregawa dan Marisi Matondang sejak tanggal 4 Desember 2014," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Jumat.
Keduanya adalah tersangka dalam kasus tersebut.
Made adalah Kepala Biro Administrasi Umum dan Keuangan di Universitas Udayana dan juga Pejabat Pembuat Komitmen dalam proyek tersebut, sedangkan Marisi Matondang adalah direktur PT Mahkota Negara.
PT Mahkota Negara adalah perusahaan pemenang tender Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang terbukti terjadi tindak pidana korupsi hingga menyeret Neneng Sri Wahyuni yaitu istri Nazaruddin yang sudah menjadi narapidana kasus Wisma Atlet SEA Games.
PT Mahkota Nusantara sendiri pernah dimiliki kakak-adik Nasir dan Nazaruddin hingga 2009. Selain terlibat dalam proyek PLTS, PT Mahkota juga mendapat bagian pengadaan alat laboratorium multimedia serta alat laboratorium informasi, komunikasi, dan teknologi tahun 2007 di Kementerian Pendidikan Nasional dengan nilai proyek Rp40 miliar.
Kedua tersangka disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
KPK menduga ada pemufakatan dan rekayasa dalam proses pengadaan yang kemudian diduga negara mengalami kerugian sekitar Rp7 miliar.
Proyek tersebut bersifat "multiyears" yaitu pada 2009-2011 dengan total anggaran sebesar Rp16 miliar.
Sedangkan kasus yang diselidiki dan disidik KPK adalah pengadaan 2009.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014