Jakarta (ANTARA News) - Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menilai keputusan Musyawarah Nasional IX Partai Golkar yang menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Pilkada Langsung akan menyulut hancurnya Koalisi Merah Putih di parlemen.
"Keputusan Munas IX Golkar di Bali menolak Perppu yang dikeluarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di akhir masa jabatannya akan membuka pintu kehancuran bagi KMP," kata katanya dalam twitter DennyJA_World di Jakarta, Jumat.
Dia menyebutkan ada enam alasan mengapa keputusan Golkar dapat menjadi pintu kehancuran bagi keutuhan KMP di parlemen.
Alasan pertama, kata Denny, walaupun publik tahu terkadang politik itu "kotor", tapi publik tidak suka dengan pengkhianatan atas kesepakatan politik.
Menurut dia, publik tahu bahwa ada kesepakatan politik antara SBY dengan para ketua umum partai pengusung KMP termasuk Partai Golkar untuk mendukung Perppu Pilkada Langsung. Kesepakatan itu tertulis di atas materai.
"SBY sendiri yang menyatakan kesepakatan yang ditandatangani di atas materai. Karena kesepakatan itu Demokrat bergabung dengan KMP. Dan publik percaya," papar Denny.
Namun, belum sampai empat bulan kesepakatan itu dibuat, kesepakatan telah dilanggar. Keputusan Golkar yang menolak Perppu Pilkada Langsung telah membentuk opini di publik bahwa Golkar telah mengkhianati kesepakatan dengan SBY (Partai Demokrat).
"Bagaimana publik bisa mempercayai pemimpin yang mudah berkhianat. Jika janji dengan sekutu politik yang ditandatangani di atas materai bisa dikhianati, apalagi janjinya pada rakyat yang lebih abstrak," ujar dia.
Denny mengingatkan, seluruh pesona KMP akan luruh karena moral pengkhianatan mewarnai koalisi ini.
Alasan kedua, ujar Denny, Golkar selaku pemimpin KMP yang mendukung Pilkada melalui DPRD telah melawan hak politik rakyat memilih pemimpinnya sendiri.
"Sudah 10 tahun rakyat merasakan memilih pemimpinnya sendiri lewat Pilkada. Kini hak itu dipersepsikan akan dirampas oleh partai-partai dalam KMP," terang dia.
Alasan ketiga, kata Denny, SBY dan partainya (Demokrat) tak ingin tinggal diam dengan tindakan penolakan Golkar ini sebab SBY sejatinya sangat dipermalukan oleh ulah Golkar versi Munas Bali.
"Karena Perppu Pilkada Langsung adalah legacy SBY. Itu adalah respon SBY atas blunder Demokrat karena walk out Demokrat ketika voting di DPR membuat disetujui Pilkada melalui DPRD dan berujung dengan pengecaman terhadap SBY yang dianggap "Bapak Pilkada Tak Langsung"," ujar dia.
Sementara Perppu adalah sarana yang menyelamatkan muka SBY dengan catatan Perppu itu harus tuntas menjadi Undang-Undang. Karena pertimbangan itulah SBY dinilainya bakal menempuh segala cara agar reputasinya tidak buruk, termasuk kesepakatan dengan KMP sejauh Perppu akan didukung.
SBY sendiri, kata Denny, telah membeberkan kesepakatan yang rahasia itu kepada publik lewat akun twitternya untuk dikutip media secara luas.
Menurut dia, itu menunjukkan begitu bangganya SBY dengan kesepakatan itu.
"Namun kabar Munas Golkar menolak Pilkada Langsung telah mengusiknya. Kini SBY seolah dipermalukan begitu saja oleh pemimpin KMP, seolah habis manis sepah dibuang. SBY seolah tak dianggap penting lagi," nilai Denny.
Denny menilai, ini adalah blunder paling fatal bak memakan bangkai kawan seperjuangan. Padahal, kata Denny, SBY masih cukup "powerful" dan dicintai rakyat untuk ikut bereaksi.
Alasan keempat, kemungkinan PAN di bawah kepemimpinan Hatta Rajasa yang tak akan meninggalkan SBY, lantaran Hatta merupakan orang yang berhasil membawa SBY ke KMP.
Denny menganalisa, jika Hatta membawa PAN dan Demokrat mendukung Koalisi Indonesia Hebat (KIH) untuk isu Pilkada Langsung, atau isu lainnya, posisi KMP bisa berbalik minoritas di parlemen.
Perlawanan Hatta dan SBY (Demokrat) atas KMP sangat kuat karena mereka menentukan apakah KMP akan mayoritas atau minoritas di parlemen.
"Jika KMP menjadi minoritas di parlemen, tak ada lagi gigi KMP yang membuatnya ditoleh oleh rakyat ataupun pemerintah," papar Denny.
Alasan kelima, kata Denny, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga tidak akan diam, karena jika Perppu Pilkada Langsung ditolak maka semua proses Pilkada 2015 akan rusak.
"Akan terjadi kekacauan tata negara karena terjadi kevakuman hukum. Perppu ditolak, sementara UU lama sudah dibatalkan," tuturnya.
Terlebih, lanjut dia, sudah lebih dari 200 kepala daerah pada 2015 akan selesai masa jabatannya, tapi Pilkada tak bisa dilakukan karena ada kevakuman hukum. Posisi ini dipandang akan menyulitkan Jokowi.
Denny menuturkan, sebenarnya untuk kepentingan rakyat banyak, pemerintah bisa saja menempuh jalan pintas yaitu dengan melemahkan KMP secara politik dan hukum.
Alasan terakhir, nilai Denny, ada banyak figur di tubuh partai beringin seperti Agung Laksono dan kawan-kawan yang siap mengambil alih Golkar di Munas versi mereka Januari mendatang.
"Awalnya publik memandang sebelah mata kubu Agung. Namun karena Golkar di Bali ingin mengembalikan Pilkada melalui DPRD, semua berubah. Apalagi kubu Agung menjanjikan Golkar di bawah kepemimpinannya akan mendukung Pilkada Langsung dan membuat pemerintahan Jokowi mayoritas di parlemen," ujarnya.
Denny berpendapat jika Munas Golkar yang digelar kubu Agung pada Januari dihadiri mayoritas perwakilan DPD, pemerintah dan publik bisa berbalik mendukung kubu Agung.
Oleh karena itu, Denny menilai keputusan Golkar melalui Munas Bali yang ingin mengembalikan Pilkada Langsung kepada DPRD justru akan menghancurkan KMP sendiri.
Dia menyarankan KMP menarik kembali dukungannya atas Pilkada melalui DPRD dan mendukung Pilkada Langsung.
"KMP harus segera menyatakan sikap soal Pilkada melalui DPRD. Masih ada kesempatan untuk menolak. Sayang sekali jika KMP yang potensial menjadi oposisi yang penting untuk demokrasi, menjadi hancur karena blunder satu isu ini," ujar dia.
Sebelumnya Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie dalam Munas IX Bali menginstruksikan kader beringin agar menolak Perppu Pilkada yang dikeluarkan pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014