Pelakunya memang sudah ditangkap namun yang saya bingung kenapa ancaman hukumannya berubah dari delapan tahun menjadi hanya satu tahun. Ini tidak adil.

Jakarta (ANTARA News) - Berdagang orang agaknya semakin gampang serta menguntungkan.

Sebuah kasus kembali terungkap ketika Kepolisian Diraja Malaysia mencium adanya perdagangan manusia yang melibatkan warga negara Indonesia (WNI) di Malaysia, dan meneruskan informasi tersebut kepada Kepolisian RI.

Berdasarkan informasi itu Atase Polri di Malaysia, Kombes Pol Aby Nur Setyanto, bersama Kepolisian Malaysia langsung melakukan operasi di sejumlah apartemen di Malaysia.

Hasilnya, Atase Polri berhasil menangkap dua orang IM warga Yordania dan L seorang WNI--yang diduga pelaku perdagangan manusia.

"Saya hubungi Kepolisian Malaysia untuk koordinasi. Didapat keterangan bahwa 11 November 2014 dikirim 10 orang ke Timur Tengah," katanya.

Dalam penggerebekan di salah satu apartemen di Malaysia, ditemukan 53 orang WNI yang sengaja ditampung oleh para tersangka sebelum diberangkatkan ke negara tujuan di Timur Tengah.

Jumlah ini menambah panjang daftar korban perdagangan manusia yang melibatkan WNI.

Menurut Aby, modus yang digunakan para tersangka adalah mengelabuhi korban dengan janji menjadikan mereka Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di beberapa negara di Timur Tengah.

Ketika sudah terkumpul calon TKI, menggunakan paspor pelancong atau wisata ke Malaysia lalu ditampung di sebuah apartemen.

Kemudian sindikat mengurs dokumen mereka untuk ke Timur Tengah.

Pada umumnya mereka akan dikirim ke negara konflik seperti Suriah, Lebanon, dan Beirut. Dari 53 korban, 14 di antaranya sudah dipulangkan ke Tanah Air akhir November 2014.

Hal itu, kata Aby, selain untuk mengembalikan korban ke kampung halamannya juga guna penyidikan kasus perdagangan manusia di Mabes Polri. (Polres Mataram tangkap sindikat perdagangan manusia)

"Saat ini 39 sisanya sudah kami pulangkan. Kami kembangkan dugaan tambahan tersangka. Korban umumnya tidak tahu mereka akan dikirim lagi ke negara ketiga," ujarnya.

Di Indonesia sendiri, dalam kurun waktu 4 tahun terakhir sejak tahun 2011 Kepolisian Daerah (Polda) NTT menangani 42 kasus perdagangan orang dengan rincian tahun 2011 (3 kasus), tahun 2012 (3 kasus), tahun 2013 terdapat 24 kasus, serta tahun 2014 terjadi 12 kasus.

Kepala Subdit IV Ditreskrim Polda NTT, Berta Hangge, mengatakan dari 12 kasus yang terjadi di tahun 2014, tujuh di antaranya sedang dalam proses sidik, satu kasus dihentikan proses penyidikan atau SP3, serta dua kasus dalam proses perampungan berkas atau P19 dan dua kasus lainnya dinyatakan lengkap atau P 21 oleh pihak Kejaksaan.

Perdagangan orang merupakan bisnis yang menguntungkan setelah narkoba dan senjata api.

Maraknya kasus pedagangan orang selain karena kebutuhan tenaga kerja di luar negeri sangat tinggi dengan upah yang lebih baik dibandingkan di dalam negeri, juga upah tenaga kerja Indonesia yang murah, tidak memiliki ketrampilan memadai dan kurangnya informasi tentang prosedur kerja yang baik.

Untuk mengatasi kasus perdagangan orang Pemerintah Provinsi NTT telah mengeluarkan Perda No. 14 tahun 2008 tentang pencegahan dan penanganan korban perdagangan orang serta keputusan Gubernur NTT No 08/Kep/HK/2009 tentang pembentukan tim koordinasi pencegahan dan penanganan tenaga kerja Indonesia non procedural asal NTT.

Ia menambahkan, tempat tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di NTT berasal hampir dari semua daratan mulai dari Pulau Flores meliputi Kabupaten Flotim, Lembata, Ngada dan Manggarai serta daratan Rote dan Sabu, daratan Timor dan daratan Sumba.

Terkait dengan makin maraknya perdagangan manusia, Koordinator Kelompok Kerja Melawan Perdagangan Manusia (Pokja MPM) Gabriel GS meminta pemerintah lebih serius dalam mencegah terjadinya kasus-kasus dagang orang.

Penegakan hukum, menurut dia, menjadi faktor krusial karena mafia perdagangan manusia ini sudah mempunyai jaringan kuat dan sering berkolaborasi dengan oknum aparat penegak hukum. Sejumlah kasus perdagangan manusia yang muncul ke permukaan, tidak banyak menjerat pelaku utama. Biasanya yang dikorbankan hanyalah pegawai operasional.

Selain itu, beberapa kasus perdagangan manusia dengan modus pengiriman TKI ilegal banyak didiamkan oleh aparat penegak hukum, terutama polisi.

"Ini menjadi bukti betapa sistem dan jaringan perdagangan manusia sudah menjadi mafia dengan jaringan operasi yang sangat kuat. Kalaupun ada kasus yang sempat ditahan biasanya selalu diloloskan," ujarnya.


Dari Aceh hingga Cianjur

Media jaringan lokal di Banda Aceh awal Oktober lalu melaporkan seorang remaja perempuan berinisial RS (17) yang tengah menempuh pendidikan di sebuah pesantren terkemuka di Pidie Jaya, dilaporkan menghilang dari rumah.

RS yang berdomisili di Kabupaten Bireuen dilaporkan pergi dari rumah sejak 17 Juni 2014 dan belum kembali hingga sekarang.

Menurut kakak kandung korban, M. As'ari bersama penasihat hukum LBH Anak, pihak keluarga telah melaporkan kasus tersebut ke Polda Aceh. Keluarga berharap RS bisa ditemukan dan polisi segera mengungkap tuntas kasus tersebut.

Kapolda Aceh Jendral Husein Hamidi menegaskan, jajaran Polri tetap pada tekadnya akan mengungkap tuntas seluruh kasus kejahatan yang dinilai meresahkan, terutama pengungkapan kejahatan lintas negara termasuk kasus-kasus perdagangan manusia.

Juru bicara Polda Aceh, Gustav Leo, mengatakan dalam mengantisipasi berbagai tindak kejahatan Polda Aceh terus berkomitmen meningkatkan kemitraan dengan berbagai pihak. Sosialisasi pencegahan kejahatan melibatkan sekolah dan masyarakat dilakukan rutin oleh jajaran kepolisian Aceh. (Baca juga: Siswa SD incaran pelaku perdagangan manusia)

"Kami turun ke desa-desa melakukan sosialisasi pencegahan kejahatan antitrafficking. Kami ke sekolah dan kampus-kampus dalam rangka wujud pengayoman, perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat oleh Polda dan jajarannya," ujar Gustav.

Kasus perdagangan orang juga menimpa gadis berinisial J dari Purwekorto. Gadis kelahiran Cilacap 1 September 1997 ini menurut pengakuan ibunya telah dijual teman sebayanya kepada pelaku perdagangan manusia bernama Edward Hosea.

"Kejadian ini saya laporkan ke polisi pada 7 Oktober 2012. Saat itu anak saya dibawa teman sekolahnya ke sebuah hotel di Purwekerto kemudian dijual ke pelaku trafficking. Pelaku ada lima orang yaitu satu yang membeli, dua menjual, yang lainnya memperkosa. Teman yang membawanya itu mendapatkan uang Rp800.000," kata ibu korban, Diana Noviani.

Wanita berusia 39 tahun ini mencari keadilan bagi putrinya karena gadis berinisial J menjadi sangat depresi.

"Pelakunya memang sudah ditangkap namun yang saya bingung kenapa ancaman hukumannya berubah dari delapan tahun menjadi hanya satu tahun. Ini tidak adil. Anak saya sekarang selalu ingin bunuh diri, cepat emosi dan selalu curiga kepada siapapun karena ketakutannya," ujarnya.

Kasus-kasus perdagangan manusia merupakan kejahatan lintas negara dan cukup rentan menimpa anak-anak dan perempuan, terutama dari masyarakat yang memiliki pendidikan minim serta latar belakang kemampuan ekonomi keluarga yang sangat terbatas.

Data Mabes Polri menunjukkan, dalam kurun lima tahun terakhir perdagangan manusia tercatat 1.000 kasus. Provinsi Jawa Barat menduduki peringkat teratas jumlah kasus, diikuti oleh Kalimantan, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Barat.

Data Kemenkokesra RI memperlihatkan, kasus trafficking cenderung terus meningkat di sejumlah provinsi di Indonesia.

Kementerian Luar Negeri AS dalam laporan tahunannya bertajuk Global Trafficking in Persons pada 2013 menyebutkan, Amerika menjadi salah satu negara sumber, transit, dan tujuan aksi kejahatan perdagangan manusia.

Korban trafficking sebagian berasal dari negara-negara miksin seperti Meksiko, Thailand, Filipina, Honduras, dan Indonesia. Korban dipekerjakan antara lain sebagai budak seks dan pekerja paksa.

Kasus perdagangan manusia di Kabupaten Cianjur relatif masih tinggi, meskipun saat ini tak lagi menduduki peringkat pertama di Jawa Barat. Mayoritas kasus dialami kaum perempuan yang diiming-imingi bekerja di luar negeri.

"Dulu, Cianjur pernah berada di rangking pertama kasus trafficking di Jawa Barat. Tapi sekarang turun peringkat menjadi ketiga," kata Ketua Yayasan Istri Binangkit (YIB) Kabupaten Cianjur, Surtini.

Menurunnya jumlah kasus tak terlepas dari gencarnya sosialisasi pencegahan trafficking kepada sasaran, yaitu para pelajar SMA sederajat yang rawan menjadi korban.

Wilayah penyebaran kasus human trafficking merata hampir di seluruh Kabupaten Cianjur. Terhitung sejak 2007 hingga 2014, tercatat sebanyak 700 kasus.

Bisa jadi faktor himpitan ekonomi dan pegaulan yang makin bebas menjadi penyebab kenapa kasus perdagangan manusia terus meningkat. Tentu upaya pencegahan sebelum dagang orang terjadi dan tindakan tegas termasuk penegakan hukum ketika kasus muncul, harus terus dilakukan serta hukuman terhadap para pelakunya mesti menimbulkan efek jera.

Oleh Illa Kartila
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014