New York (ANTARA News) - Kaum Muslimah dari seluruh dunia berikrar akan mendirikan dewan Muslimah pertama guna menafsirkan Al-Qur`an dan mengatasi dua prasangka yang melekat pada agama mereka: umat Muslim adalah teroris dan Islam menindas perempuan. Dewan Muslimah tersebut termasuk di antara gagasan yang pertama yang disampaikan dalam pertemuan akhir pekan lalu oleh lebih dari 100 pemimpin gerakan Muslimah. Banyak orang dalam kelompok yang baru terbentuk itu, Gagasan Islam dalam Bidang Spiritual dan Persamaan bagi Kaum Perempuan, atau WISE, menyatakan Hukum Syari`ah yang ketat bukan sesuatu yang suci karena itu diciptakan oleh pria dan mesti diubah agar sejalan dengan hak asasi perempuan. "Dalam masyarakat kita, kaum pria memegang kekuasaan dan mereka memutuskan apa arti Islam dan bagaimana mereka dapat mematuhi pemahaman khusus Islam itu," kata Zainab Anwar, Direktur Pelaksana "Sisters in Islam", organisasi Malaysia yang menangani hak asasi perempuan dalam kerangka kerja Islam. "Saya tak dapat hidup bersama Tuhan dan itu tak adil," katanya. "Hukum itu progresif, tapi kaum pria yang menguasai hukum itu tidak." Daisy Khan, Direktur Masyarakat Amerika bagi Kemajuan Muslim, atau Asma, mengatakan ia berharap agar dapat menciptakan dana guna menyediakan bea-siswa bagi Muslimah untuk mengkaji hukum Islam sehingga mereka dapat membentuk Dewan Syura Muslimah, wadah pertama bagi kaum Muslimah untuk menafsirkan Al-Qur`an. Kaum Muslimah tersebut juga ingin menembus mitos yang ada, terutama di Barat, kata Imam Feisal Abdul Rauf, pendiri Masyarakat Asma. "Salah pemahaman" "Dua pemahaman yang salah mengenai Islam ialah agama itu dikaitkan dengan terorisme dan Islam adalah penindas kaum perempuan. Kita berusaha menghapuskan kedua praduga ini. Kita harus mengubah pemahaman mengenai Islam di Barat dan ini tak dapat dicapai tanpa keterlibatan perempuan," kata Abdul Rauf, seperti dilansir Reuters. Pemimpin agama, pegiat hak asasi manusia, cendekiawan, dan politisi sependapat bahwa pendidikan penting untuk menembus rintangan antara jenis kelamin dan generasi. "Pendidikan adalah penyelesaian dan jawaban guna menemukan cara menembus penghalang itu," kata Wendy Chamberlain, Wakil Komisaris Tinggi PBB Urusan Pengungsi yang berpusat di Jenewa dan mantan duta besar AS untuk Pakistan. "Kita harus membuat hukum bermanfaat bagi kita. Kita harus membuat lembaga demokratis bermanfaat bagi kita," kata Chamberlain. Baroness Uddin, Muslimah pertama yang memasuki Parlemen Inggris, sependapat bahwa perempuan harus menentukan nasib mereka sendiri, bersatu dan memperkuat perempuan lain. "Jika Tony Blair dan George W. Bush dapat bersatu dan berperang, bayangkan kekuatan perdamaian yang dapat diwujudkan oleh kaum perempuan," kata Baroness Uddin. Marie Wilson, Presiden Proyek Gedung Putih, yang melacak dan mendorong perempuan dalam posisi pemimpin, mengatakan perempuan harus memiliki massa yang kuat untuk membuat perubahan. "Jangan pernah meminta maaf `karena menjadi perempuan`. Kaum perempuan di negara mana pun adalah pemerintah di pengasingan, dan kita mesti menjadi pemerintah yang berkuasa," kata Wilson. (*)
Copyright © ANTARA 2006