Jakarta (ANTARA News) - Kedatangan Presiden Amerika Serikat, George W Bush, ke Indonesia hari Senin 20/11 yang disambut dengan sejumlah aksi unjukrasa, berimbas pada Jalan Jaksa di Jakarta Pusat yang kini menjadi sepi.
"Sudah tiga hari ini Jalan Jaksa sepi, saya hanya melihat satu dua turis yang ada. Itu pun turis lokal," kata Ningrum (30) pemilik persewaan buku di Jalan Jaksa, Jakarta Pusat, Senin, mengenai Jalan jaksa yang selama ini dikenal sebagai kawasan wisata ,khususnya bar, kafe dan penginapan bagi wisatawan asing.
Ningrum memperkirakan para turis sengaja menghindari berlama-lama berada di daerah Jalan Jaksa karena merasa kurang aman, mengingat maraknya aksi unjukrasa anti Bush.
Ia menceritakan turunnya jumlah wisatawan itu bukan hanya berimbas pada penghasilannya, sejumlah usaha lain yang ada di Jalan Jaksa seperti mini market, pedagang kaki lima, kafe dan penginapan juga mengeluh karena sepinya turis.
"Sudah tiga malam terakhir ini, kafe yang tidak jauh dari sini yang biasanya ramai dengan musik, sekarang tidak lagi terdengar. Sudah tidak ada 'biduan' (penyanyi,red) karena tidak ada turis yang datang," ujarnya.
Ningrum mengaku pernah bertanya kepada salah seorang turis yang menukar buku di tempatnya. Ia berusaha ingin mengetahui penyebab turis semakin sepi di Jalan Jaksa, Jakarta.
"Jawabannya Indonesia bom, Indonesia bom terus bilang Indonesia `duit` (uang,red), setiap ngurus apa pun pakai `duit`," kata Ningrum menirukan jawaban turis.
Ningrum juga mengaku pernah putus asa, karena sepinya turis di Jalan Jaksa, bahkan sempat ada keinginan beralih usaha dan menutup usaha persewaannya, sama seperti sejumlah rekan yang mengalami gulung tikar imbas turis sepi.
Ia mencari celah lain untuk mencari penghasilan dengan berdagang sejumlah aksesoris, seperti topi, gelang, kaos, gantungan kunci, dan beraneka ragam stiker, namun juga berusaha untuk bertahan.
Soal kedatangan Bush, Ningrum enggan berkomentar. Ia hanya menyatakan kekesalannya, akibat kedatangan Bush ke Indonesia, usahanya dan usaha yang lain di Jalan Jaksa ikut terkena imbasnya.
"Sepi banget, seperti kuburan. Jika dulu masih ramai sehari bisa meraup Rp500 ribu hingga Rp700 ribu, sekarang Rp50 ribu aja sudah untung," ujarnya, meskipun ia mengaku kondisi menurunnya usaha di Jalan Jaksa mulai terasa sejak banyaknya bom di Indonesia.
Di tempat terpisah, Herman, salah seorang pedagang makanan di Jalan Kebun Sirih, menilai kedatangan orang nomor satu di Amerika itu telah menganggu aktivitas masyarakat Indonesia, khususnya para warga Bogor yang bekerja di Jakarta.
"Katanya mereka banyak yang minta ijin tidak masuk kerja. Kasihan kan mereka?" kata Herman. (*)
Copyright © ANTARA 2006