Pencurian sapi dan pembunuhan balas dendam di antara masyarakat bersaing lazim di wilayah terpencil dan miskin Kenya utara, yang dibanjiri senjata otomatis, lapor AFP.
Tapi, bentrokan meningkat pada tahun ini akibat kekeringan parah serta ketegangan, yang dipicu desentralisasi kekuasaan politik, kata Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Penggalangan Urusan Kemanusiaan (OCHA).
"Kekerasan melibatkan penggembala meluas dan semakin parah di utara -Rift Valley- dan Kenya timurlaut," kata OCHA.
"Pada akhir Oktober 2014, 310 orang kehilangan nyawa, 214 terluka dan 220.177 meninggalkan rumah akibat kemelut antar-kaum dikaitkan dengan serangan balas dendam, persaingan atas tanah dan sumber air, pencurian ternak dan perebutan perwakilan politik," tambah laporan itu.
Jumlah pengungsi empat kali lipat dari 2013.
"Jumlah pengungsi meningkat tajam pada 2014 akibat peningkatan jumlah dan gelombang kekeringan, yang mengakibatkan bentrokan berdasarkan atas sumber alam," tambah Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Laporan itu keluar dua hari sesudah menteri dalam negeri dan kepala polisi dicopot dari jabatan mereka setelah pembantaian baru oleh pemberontak Shebab, yang terkait Al Qaida Somalia, di ujung timurlaut negara itu.
Presiden Uhuru Kenyatta menyebut Shebab "binatang gila" dan mengatakan mereka membunuh lebih dari 800 orang dalam serangan di Kenya, termasuk 500 warga dan 300 petugas keamanan.
Pernyataan Shebab mengatakan serangan lintas perbatasan mereka terkini adalah pembalasan atas serbuan Kenya pada 2011 dan kehadiran terus di Somalia, serta perlakuan terhadap Muslim di kota pelabuhan bermasalah Mombasa.
Serangan itu terjadi hanya sepekan sesudah Shebab membunuh 28 orang dari bus dari Mandera di perbatasan Kenya, Somalia dan Ethiopia.
Pekerja di daerah timurlaut banyak dari suku Somalia, yang beragama Islam, sering datang dari dataran tinggi tengah Kenya, tempat warga Kristen merupakan 80 persen dari penduduknya. (B002/AK)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014