Yogyakarta (ANTARA News) - Partai Golkar baru saja menggelar musyawarah nasional (Munas) IX di Bali.
Hasil Munas justru menambah panas konflik internal partai berlambang pohon beringin ini, karena selain menetapkan secara aklamasi Aburizal Bakrie sebagai Ketua Umum DPP Golkar untuk periode 2014--2019, Munas memecat sejumlah kader yang dinilai telah melanggar anggaran dasar dan anggaran rumah tangga AD/ART partai.
Sekretaris pimpinan sidang paripurna Munas IX Partai Golkar Ulla Nuchrawati menyebutkan ada 15 kader yang diberhentikan dari kepengurusan dan keanggotaan partai. Ulla mengatakan 15 nama kader yang dipecat tersebut karena terkait pembentukan Presidium Penyelamat Partai, dan tidak mengakui hasil Rapimnas VII Partai Golkar di Yogyakarta.
"Nama-nama itu diberhentikan dari kepengurusan dan keanggotaan Partai Golkar," kata dia saat memimpin sidang paripurna munas di hotel Westin, Nusa Dua, Bali, Rabu petang.
Ke 15 nama kader tersebut yaitu Ace Hasan Syadzily, Lamhot Sinaga, Melchias Markus Mekeng, Andi Sinulingga, Djasri Marin, Laurens Siburian, Zainuddin Amali, Juslin Nasution, Leo Nababan, Agung Laksono, Priyo Budi Santoso, Yorrys Raweyai, Ibnu Munzier, Ricky Rahmadi, dan Agun Gunandjar.
Selain ke 15 orang itu, ada dua kader lagi yang juga dipecat, yakni Agus Gumiwang dan Nusron Wahid. Dengan demikian, total kader yang dipecat melalui keputusan Munas IX berjumlah 17 orang.
Sebelumnya, Aburizal Bakrie pada pembukaan Munas IX Partai Golkar di Denpasar, Bali, Minggu malam, menegaskan Presidium Penyelamat Partai merupakan kudeta inkonstitusional yang melanggar konstitusi partai. "Saya imbau kepada kader-kader yang membentuk Presidium Penyelamat Partai, kepada mereka saya ajak untuk kembali ke jalan yang benar, bernaung dibawah pohon beringin," katanya.
Menurut Aburizal, cara-cara yang dilakukan Presidium adalah kudeta inkonstitusional, karena menabrak konstitusi partai. "Kebijakan partai tidak bisa diputuskan oleh seseorang dengan cara-cara premanisme, intimidasi, dan cara kekerasan. Mungkin di antara mereka ada niat yang baik, namun niat yang baik tidak akan tercapai jika dilakukan dengan cara-cara premanisme yang bersifat destruktif," katanya.
Ia menegaskan Agung Laksono, Priyo Budi Santoso maupun Agun Gunandjar telah meminta sesuatu yang tidak mungkin bisa diberikan. Sebab, menurut Aburizal, apa yang mereka minta tidak ada dalam kewenangannya.
Aburizal menjelaskan Rapimnas VII Partai Golkar di Yogyakarta telah memutuskan Munas IX dilaksanakan pada 30 Nopember hingga 3 Desember 2014 di Bali.
"Presidium adalah cara-cara ekstrem yang inkonstitusional. Saya imbau marilah kembali ke jalan yang benar, kita kembali saling memaafkan," katanya.
Ia menegaskan Partai Golkar merupakan partai senior yang telah berusia 50 tahun. Karena itu, Aburizal mengajak seluruh kader partai mampu berpolitik secara matang dan dewasa.
"Golkar adalah partai yang solid, dan tidak bisa dipecah-pecah oleh siapa pun. Saya apresiasi seluruh kader. Partai ini adalah pohon beringin yang besar dan rimbun dengan akarnya yang kuat, sehingga tidak bisa ditumbangkan oleh angin ribut apa pun," kata dia.
Munas Di Jakarta
Presidium Penyelamat Partai Golkar yang dipimpin Agung Laksono memastikan pihaknya akan menggelar Musyawarah Nasional Partai Golkar di Jakarta pada Januari 2015 dengan mengundang seluruh peserta Munas IX di Bali.
"Ya, kami mengundang peserta yang ikut di Bali untuk mengikuti munas yang kami gelar nanti," kata Anggota Presidium Tim Penyelamat Partai Golkar Agun Gunanjar Sudarsa di Jakarta.
Menurut dia, Munas di Bali tidak sah. "Silakan pengurus DPD I dan DPD II Golkar di seluruh Indonesia ikut Munas pada Januari 2015," katanya.
Ia mengatakan peserta Munas Golkar di Jakarta tidak perlu takut dengan ancaman berbagai pihak yang menginginkan mereka tidak mengikuti Munas tersebut.
Tim Penyelamat Partai Golkar menjamin keamanan para peserta.
"Kami jamin keamanan mereka, kepastian masa depan dan pengembangan karir yang baik. Jadi jangan pernah takut ikut Munas di Jakarta," ujarnya.
Agun menegaskan, Munas Partai Golkar di Jakarta nanti terbuka untuk seluruh pengurus yang ingin mencalonkan diri. Munas akan dilakukan secara demokratis, tanpa tekanan, dan diharapkan melahirkan pemimpin muda yang berkualitas, memiliki dedikasi, berprestasi, loyal, dan tidak bermasalah.
"Munas akan melahirkan pemimpin baru yang kuat, yang bisa memajukan partai, dan berperan dalam menyejahterakan rakyat," katanya.
Dia menuding Munas Partai Golkar di Bali tidak sah karena melanggar AD/ART Partai Golkar. Tata tertib Munas IX Partai Golkar di Bali dibuat dan dilaksanakan secara otoriter untuk memenangkan Aburizal Bakrie.
Menurut dia, pelaksanaan Munas Golkar di Bali tidak ditempuh dalam rapat pleno DPP Partai Golkar. "Munas di Bali adalah kejahatan politik yang disusun secara sistematis. Munas itu diatur secara cepat, dan tata tertib dibuat untuk menghambat calon selain Aburizal Bakrie," ujarnya.
Sementara itu, Wasekjen Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar Ace Hasan Syadzily yang termasuk dipecat melalui keputusan Munas IX Bali mengatakan keputusan pemecatan para kader menunjukkan matinya demokrasi di tubuh partai ini.
"Inilah matinya demokrasi di tubuh Partai Golkar. Zaman orde baru saja masih tidak se-oligarkis ini," kata Ace.
Menurut dia, kebesaran Partai Golkar selama ini justru terletak pada kemampuan pemimpinnya mengelola konflik dan faksi yang ada.
"Namun ini tiba-tiba Aburizal menginginkan Partai Golkar seperti korporasi, dengan menjadikan seluruh ketua DPD I dan DPD II sebagai anak buah perusahaannya," kata Ace.
Ace Hasan menegaskan, sejak awal sudah diduga, desain aklamasi untuk Aburizal Bakrie sengaja diciptakan.
"Munas IX ini bukan ajang untuk memecat kader partai. Tidak pada tempatnya pemecatan dilakukan dalam munas," katanya.
Ia juga menilai Munas IX di Bali ini kental dengan rekayasa.
"Munas IX ini seperti pertandingan bola bohong-bohongan. Wasitnya dari mereka, aturan mainnya dibuat oleh mereka, hakim garisnya dari mereka, pemainnya dari mereka sendiri, dan penontonnya juga dari mereka, sehingga pasti pemenangnya mereka juga," katanya.
Sementara, kata dia, pihak-pihak yang kritis terhadap desain tersebut disingkirkan.
Muncul Partai Baru
Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada Arie Sudjito mengatakan perpecahan di tubuh Partai Golkar memungkinkan munculnya partai sempalan baru, sebagai konsekuensi dari ketidakpuasan faksi yang ada.
"Misalya akan terbentuk partai baru, saya kira itu konsekuensi logis dari demokrasi," katanya di Yogyakarta.
Menurut Arie, hingga saat ini Munas Golkar telah terbukti empat kali memunculkan partai sempalan baru, yakni Partai Hanura, Partai Gerindra, Partai NasDem, serta Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).
Dengan perpecahan itu, menurut dia yang dirugikan bukan hanya kelompok di dalam partai ini, melainkan seluruh komponen partai secara organisasi akan terus menerus mangalami kerugian luar biasa.
Padahal, ia menilai Partai Golkar sebagai partai yang telah memiliki banyak pengalaman, seharusnya mampu mengelola konflik yang dimunculkan dari faksi-faksi yang ada.
Menurut dia, dengan perpecahan yang berkesinambungan, partai ini akan terus-menerus mengalami pengurangan figur.
"Saya kira akan terjadi defisit organisasi yang juga mengakibatkan defisit figur," katanya.
Apabila fenomena itu terus menerus terjadi, Arie menduga telah terjadi kesalahan dalam pembentukan partai politik di Indonesia sejak awal. Alasannya, partai tidak lagi terbentuk dari inisiatif rakyat, melainkan pecahan dari elit partai, yang akhirnya membentuk struktur ke bawah.
"Pascareformasi, partai tidak lagi murni dari inisiatif rakyat," kata dia.
Senada dengan pendapat Arie Sudjito, pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor memperkirakan yang mungkin terjadi adalah pola lama yang sudah terjadi di Partai Golkar sebelumnya, yaitu munculnya sempalan-sempalan untuk mendirikan partai baru.
Partai Hanura, Partai NasDem, dan Partai Gerindra adalah contoh partai politik yang didirikan mantan kader partai beringin itu.
Munculnya sempalan-sempalan, menurut Firman sebenarnya bisa diantisipasi apabila ada upaya dari senior-senior Partai Golkar untuk mendamaikan, dan meyakinkan pihak-pihak yang berkonflik agar tetap berada di satu "kapal".
"Namun, upaya mendamaikan tampaknya tidak mudah dilakukan. Itu karena perbedaan usia dan jam terbang tokoh-tokoh yang berkonflik tidak jauh. Mungkin kalau yang berkonflik antara junior dengan figur yang sangat senior, akan lebih mudah ditengahi," katanya.
Oleh Masduki Attamami
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014