Subang (ANTARA News) - Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla berjanji memberikan insentif kepada pabrik gula milik BUMN serta membatasi ruang gerak pabrik gula rafinasi.

Hal itu disampaikan Jusuf Kalla saat meninjau Pabrik Gula PT Rajawali II Subang, milik PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Persero di Kecamatan Purwadadi, Subang, Jawa Barat, Kamis.

Jusuf Kalla didampingi Menteri Perdagangan Rahmat Gobel dan Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar, diterima langsung Dirut RNI Ismed Hasan Putro.

Kunjungan tersebut merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam mengupayakan terwujudnya swasembada gula nasional.

Sambil berkeliling meninjau di dalam pabrik gula berusia sekitar 40 tahun tersebut, Jusuf Kalla terlibat aktif berdialong soal permasalahan dan kendala yang dihadapi industri gula.

Jusuf Kalla mempertanyakan soal pentingnya perbaikan varietas tanaman tebu, perbaikan kondisi dan mesin-mesin pabrik, kapasitas produksi hingga tingkat rendemen gula yang dihasilkan.

"Perbaikan harus dilakukan secara menyeluruh, sehingga tingkat produksi pabrik gula lebih maksimal dengan kualitas terjamin. Kalau jumlahnya sudah meningkat, kualitas bagus, maka tidak ada lagi alasan untuk impor," tegasnya.

Pada kesempatan itu, Jusuf Kalla langsung memerintahkan Mendag Rahmat Gobel untuk memperhatikan berbagai kendala yang dihadapi pabrik gula BUMN.

"Pak Rahmat, anda harus memberikan insentif kepada pabrik gula sesuai dengan peningkatan rendemennya. Itu kita lihat saja nanti seperti apa," ujar Wapres.

Sementara itu, Direktur Utama RNI Ismed Hasan Putro menuturkan sesungguhnya perseroan tidak membutuhkan bantuan APBN untuk mengembangkan 10 pabrik gula milik perusahaan itu.

"Yang kami butuhkan adalah regulasi yang berpihak kepada RNI," ujarnya.

Jika swasta diberikan izin impor refinasi, maka seharusnya RNI juga mendapatkannya, karena sesuai Peraturan Menterii bahwa izin impor hanya diberikan kepada BUMN yang memiliki ladang tebu.

"Ini tidak adil. RNI punya lahan dan pabrik gula bekerja sama dengan petani tebu tidak diberikan izin impor. Sementara pengusaha hanya mendirikan pabrik langsung dapat izin," ujar Ismed.

Ia mengeluhkan, akibat bocornya gula rafinasi impor ke pasar- pasar tradisional belakangan ini telah menyebabkan total kerugian pabrik gula RNI sekitar Rp1,5 triliun.

Menurut Ismed, RNI sesungguhnya sangat mendukung pemerintah mewujudkan swasembada gula, sejalan dengan masuknya perusahaan ke industri hilir.

"Namun jika pemerintah masih tetap ambigu dalam mengeluarkan regulasi gula rafinasi jangan harap swasembada dapat tercapai," ujar Ismed.

(R017)

Pewarta: Roike Sinaga
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014