Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan yang diajukan oleh sebelas Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
"Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim, Hamdan Zoelva, saat membacakan amar putusan di Jakarta, Rabu.
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan Anggota Majelis Hakim Aswanto, mahkamah menilai tidak dimuatnya definisi mengenai "kebutuhan dasar manusia" dalam UU Pangan tidaklah berarti akan menyulitkan pemenuhan hak atas pangan sebagai kebutuhan dasar manusia dan berimbas kepada ketidakjelasan tanggung jawab negara dalam memenuhi kewajibannya terhadap hak atas pangan warga negara.
Sedangkan terkait frasa "pelaku usaha pangan" dalam UU Pangan ini, kata Aswanto, tidak mengecualikan pelaku usaha pangan skala kecil.
"Setiap jenis usaha tidak membedakan perlakuan terhadap para pelaku usahanya, demikian pula terhadap pelaku usaha di bidang pangan sehingga frasa pelaku usaha pangan memang tidak mengecualikan pelaku usaha kecil, hal demikian merupakan resiko dari adanya suatu usaha," kata Aswanto.
Menurut Aswanto, jika pelaku usaha kecil tidak dikecualikan maka justru akan memberikan ketidakadilan bagi pelaku usaha lainnya, karena dapat dimungkinkan justru pelaku usaha kecil yang akan menimbun pangan pokok tersebut atau justru diperalat oleh pelaku usaha besar agar dapat menimbun.
Terkait Pasal 69 huruf c UU Pangan, MK mempertimbangkan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin oleh UUD 1945.
"UU Pangan telah menyesuaikan dengan perkembangan eksternal dan internal mengenai pangan di Indonesia, seperti demokratisasi, desentralisasi, globalisasi, penegakan hukum, dan kondisi aktual masyarakat Indonesia," katanya.
Pengujian UU Pangan ini diajukan oleh Indonesian Human Rights Commitee For Social Justice (IHCS), Aliansi Petani Indonesia (API), Serikat Petani Indonesia (SPI), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Perserikatan Solidaritas Perempuan (SP), Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Perkumpulan Sawit Watch, Farmer Initiatives for Ecological Livelihoods and Democracy (FIELD), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Indonesia for Global Justice (IGJ), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), dan Yayasan Bina Desa Sadajiwa (Bina Desa).
Mereka menguji Pasal 3, Pasal 36, Pasal 53, Pasal 69, Pasal 77 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 133 UU Pangan yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945.
Menurut para pemohon, Pasal 3 dan Pasal 36 UU Pangan menyulitkan pemenuhan hak atas pangan dan berimbas pada tidak jelasnya tanggung gugat negara dalam memenuhi kewajibannya terhadap hak warga negara atas pangan.
Mereka juga mempersoalkan keberadaan frasa "pelaku usaha pangan" dalam Pasal 53 dan Pasal 133 UU a quo karena definisinya dinilai terlalu luas sehingga berpotensi mengkriminalisasi pelaku usaha kecil dan perseorangan.
Selain itu, para pemohon juga menilai, pembatasan teknologi rekayasa genetik melalui Pasal 69 huruf c dan Pasal 77 ayat (1) dan ayat (2) UU Pangan berpotensi melanggar hak hidup sejahtera dan lingkungan hidup yang baik serta sehat serta tidak menjamin terjadinya keamanan pangan.
Pewarta: Joko Susilo
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014