Banda Aceh (ANTARA News) - Pakar hukum laut Universitas Indonesia, Prof DR Hasjim Djalal MA, mengatakan sedikinya 12 buah pulau terluar Indonesia, terutama yang berbatasan langsung dengan negara-negara tetangga, rawan menghadapi berbagai masalah. "Pulau-pulau terluar itu tersebar di sejumlah provinsi dan rawan berabagai masalah jika perhatian pemerintah terhadap wilayah teritorial wilayah Indonesia tersebut kurang," katanya pada diskusi, peluncuran dan bedah bku "Menata Pulau-Pulau Kecil Perbatasan" di Banda Aceh, Sabtu. Karena itu, guru besar Universitas Pedjajaran Bandung itu mengimbau pemerintah agar tidak mengabaikan keberadaan pulau-pulau kecil terluar Indonesia, sehingga kasus Sipadan dan Ligitan tidak terulang kembali. Dijelaskannya saat ini ada sebuah pulau terluar di Kalimantan yang tidak pernah terangkat ke permukaan, yakni Pulau Lapis. "Pulau tersebut sering disinggahi para nelayan asal Thailand, bahkan ada di antaranya yang telah berkerluarga dengan penduduk setempat. Jika keprihatinan pemerintah juga kurang terhadap pulau itu, maka sangat dikhawatirkan akan diklaim milik negara lain," ujarnya. Hasjim Djalal, menyebutkan terdapat delapan hingga 10 persoalan batas wilayah Indonesia dengan negara lain, dua di antaranya terkait dengan perbatasan di daratan yakni di Papua dan Kalimantan. Sementara itu, spesialis perbatasan negara, Kol (KH) Rusdi Ridwan Dipl Cart, menjelaskan masalah di pulau-pulau kecil perbatasan itu terjadi karena ketidakjelasan batas wilayah laut antara teritorial Indonesia dengan beberapa negara, terutama dengan Malasyia. "Karena ketidakjelasan batas wilayah perairan laut itu terjadi pulau kasus-kasus pelanggaran yang dilakukan para nelayan kedua belah pihak. Bahkan, aparat keamanan kedua negara juga sering melakukan penangkapan para nelayan karena diduga telah terjadi pelanggaran wilayah perairan," ujarnya. Dia juga menjelaskan sebagian besar wilayah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) juga belum ada batas yang jelas antara Indonesia dengan beberapa negara tetangga, misalnya dengan Thailan dan Malaysia serta India. Oleh karena itu, Rusdi Ridwan, mengatakan, studi akademik yang tersebut di dalam buku "Menata Pulau-Pulau Kecil Perbatasan" karya DR Mustafa Abubakar MSi, sangat bagus dan bisa menjadi referensi bagi pemerintah untuk melahirkan berbagai kebijakan guna melindungi pulau-pulau terluar dari ancaman pencaplokan negara lain. Buku "Menata Pulau-Pulau Kecil Perbatasan" setebal 148 halaman itu mengangkat pengalaman dari kasus Pulau Sipadan dan Ligitan yang lepas dari Indonesia, berdasarkan keputusan Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda, pada 2003. Hal lain yang diangkat dalam buku karya Mustafa Abubakar yang kini Penjabat Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) itu merupakan juga isu penting dalam sektor kelautan dan perikanan Indonesia. Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi, menyebutkan pembangunan pulau-pulau kecil perbatasan saat ini sudah mendapat perhatian serius Pemerintah melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 78/2005 tentang pengelolaan pulau-pulau kecil terluar. "Perpres tersebut disusun dalam upaya menjaga keutuhan wilayah negara, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan," katanya dalam kata pengantar buku "Menatap Pulau-Pulau Kecil Perbatasan". (*)

Copyright © ANTARA 2006