"Salah satu korbannya seorang tukang becak di Banjarnegara," katanya saat kegiatan "Grebeg Pasar", di Pasar Segamas, Purbalingga, Jawa Tengah, Minggu.
Menurut dia, tukang becak tersebut ditawari seseorang untuk berinvestasi sebesar Rp1 juta dan dalam dua bulan uangnya akan kembali sebesar Rp2 juta.
Oleh karena tertarik, kata dia, tukang becak itu akhirnya ikut investasi sebesar Rp1 juta.
"Dalam dua bulan, uangnya memang kembali sebesar Rp2 juta. Oleh karena yakin, dia kembali berinvestasi sebesar Rp4 juta hingga akhirnya dapat pengembalian Rp8 juta," katanya.
Setelah mendapat pengembalian yang cukup besar, kata dia, tukang becak itu semakin yakin sehingga yang bersangkutan mengajak teman-teman dan saudara-saudaranya untuk mengumpulkan uang hingga Rp70 juta.
Akan tetapi setelah Rp70 juta dikumpulkan, lanjut dia, tidak ada pengembalian dari investasi tersebut dan uangnya tidak kembali.
"Sekarang dia stres. Waktu kami sosialisasi di Cilacap, ternyata hal itu juga ada. Jadi, kita diiming-imingi investasi dengan bunga yang tinggi namun dalam waktu singkat uang itu hangus," katanya.
Selain itu, kata dia, sekarang muncul investasi dengan biaya murah yang menggunakan unsur agama di antaranya umroh yang menggunakan sistem "multi level marketing" (MLM).
Dalam hal ini, lanjut dia, sistem tersebut menyasar ke masyarakat untuk menawarkan umrah hanya dengan membayar biaya sebesar Rp3 juta-Rp5 juta.
Setelah membayar Rp5 juta, masyarakat yang telah menjadi peserta diminta untuk mencari 10 orang di bawahnya.
Menurut dia, korban investasi bodong berkedok umroh itu sudah cukup banyak.
"Kami dari OJK tidak bisa melarang atau mencabut izin usaha itu karena bukan OJK yang mengeluarkan. Oleh karena itu, kami imbau kalau mau umrah atau naik haji, jangan pakai sistem seperti itu, silakan tabung uang di perbankan," katanya.
Dalam kesempatan terpisah, Farid mengatakan bahwa investasi dengan bunga tinggi, umroh dengan sistem investasi, maupun valuta asing (valas) telah banyak menelan korban.
Menurut dia, beberapa kasus investasi bodong telah banyak terjadi di wilayah kerja OJK Purwokerto yang meliputi Kabupaten Banyumas, Cilacap, Purbalingga, dan Banjarnegara.
"Kasus valas yang paling banyak di Cilacap. Kalau penipuan dengan margin tinggi, memang banyak masyarakat yang menjadi korbannya tetapi mereka tidak melapor," katanya.
Oleh karena kasus investasi bodong tersebut telah marak terjadi di wilayah eks Keresidenan Banyumas, kata dia, OJK Purwokerto terus meningkatkan kegiatan sosialisasi agar masyarakat lebih waspada dan tidak tergiur iming-iming investasi dengan harapan tinggi.
Pewarta: Sumarwoto
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014