Banyuwangi (ANTARA News) - Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, kembali menggelar Festival Gandrung Sewu di Pantai Boom pada Sabtu (29/11) yang akan melibatkan lebih kurang 1.200 penari gandrung.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi Yanuarto Bramuda ketika dihubungi di Banyuwangi, Jumat, mengemukakan ribuan penari itu akan menari bersama di pinggir pantai dengan latar belakang Selat Bali menjelang matahari terbenam.
"Seperti tahun-tahun sebelumnya, Festival Gandrung Sewu akan menyuguhkan pemandangan yang memukau, di mana ribuan penari dengan busana dominan merah tampak menawan terkena semburan sinar sunset (matahari saat tenggelam)," tuturnya.
Tari Gandrung adalah salah satu tarian khas Banyuwangi yang telah ditetapkan sebagai "Warisan Budaya Bukan Benda" oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2013.
Pada penyelenggaran tahun ketiga ini, Festival Gandrung Sewu mengangkat tema "Seblang Subuh" yang dikemas lebih lengkap dengan iringan musik rancak dan sentuhan teatrikal. Adapun Seblang Subuh bermakna permohonan ampun kepada yang maha kuasa.
Bramuda menjelaskan pertunjukan kolosal itu akan diawali dengan munculnya beberapa lelaki yang membawa penjor.
Mereka adalah mantan prajurit-prajurit Blambangan yang tengah berusaha mengumpulkan rekan-rekan seperjuangannya di masa lalu.
Setelah terkumpul beberapa orang, mereka menasbihkan diri sebagai Gandrung Marsan (Gandrung laki-laki). Kemunculan Gandrung Marsan ini tepat pada masa pemerintahan bupati ke-5 Banyuwangi, yakni Bupati Pringgokusumo.
Pada awalnya, penari Gandrung memang dibawakan seorang laki-laki atau yang biasa disebut Gandrung Marsan. Lambat laun Gandrung berkembang dan lebih banyak dibawakan perempuan. Penari Gandrung perempuan pertama adalah Gandrung Semi.
"Dalam Festival Gandrung Sewu ini, adegan munculnya Gandrung Semi diikuti ribuan penari gandrung berkostum merah yang menghambur dari berbagai arah dan kemudian menyatu di satu titik juga dipentaskan," ujarnya.
Uniknya, karena bermakna permohonan ampun pada yang maha kuasa, properti yang dibawa para penari gandrung ini tidak hanya kipas, tetapi juga sapu lidi sebagai simbolisasi bersih-bersih diri dan permohonan ampun.
Pewarta: Didik Kusbiantoro
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2014