Jakarta (ANTARA News) - Apa jadinya jika wayang kulit dipentaskan di pusat perbelanjaan modern (mal)? Kaget, aneh, lucu, seru, dan terhibur, adalah sebagian besar tanggapan penonton pertunjukan wayang planet dengan Dalang Ki Enthus Susmono, di Mal Artha Gading, Jakarta Utara, Jumat malam. Untuk yang pertama kalinya konsep wayang dipentaskan di pusat perbelanjaan modern atau yang disebut Ki Enthus "Wayang in the Mall." Pementasan wayang dengan lakon "Lahirnya Gatot Kaca" itu merupakan rangkaian kegiatan "Pekan Wayang Kebangsaan" yang diprakarsai Departemen Dalam Negeri 11 hingga 18 Nopember 2006. "Ide menggelar pentas wayang di mal karena saya ingin wayang mendapat tempat di hati semua orang dan generasi muda mulai tertarik lagi dengan wayang," katanya. Pementasan di dalam gedung pusat perbelanjaan modern, diakui Ki Enthus, memiliki tingkat kesulitan tinggi. "Perilaku penonton di mal berbeda dengan penonton pertunjukan wayang di ruang terbuka dan tata suara ruangan kurang menunjang untuk sebuah pementasan karena desainnya memang tidak untuk gedung pertunjukan," katanya. Di ruang terbuka, lanjut dia, penonton terfokus untuk menonton wayang karena tersedia tempat duduk yang di tata rapi, sementara di mal tidak disediakan kursi dan penonton bebas mondar-mandir. Berpentas di dalam mal, menurut pria yang memiliki rambut panjang sebahu ini, juga memiliki kesulitan tersendiri pada pengemasan cerita. "Saya akui berpentas di mal memiliki tingkat kesulitan cukup tinggi. Waktu pementasan hanya satu setengah jam saja dan ceritanyapun harus dipersingkat," katanya. Ada banyak unsur baru dalam dunia pewayangan yang dimasukkan Ki Enthus untuk menarik perhatian pengunjung mal untuk menyaksikan pertunjukannya. Misalnya memasukkan tokoh-tokoh protagonis dan antagonis yang akrab di kalangan anak-anak. Tokoh Batman dan Alien adalah salah satu inovasi Ki Enthus dalam pementasan di mal. Ia juga memasukkan unsur lagu-lagu yang akrab di telinga penonton, seperti "Jujur" yang dinyanyikan Radja dan "SMS" yang dipopulerkan Trio Macan. "Yang penting masih memenuhi suluk, sabet, cerita, iringan. Pakem itu yang harus dijaga. Kalau soal inovasi, itu tergantung kreativitas dalangnya," katanya. Acara "Wayang in The Mall" dimulai pukul 19.30 WIB, pertunjukan berlangsung selama satu jam 30 menit. Hentakan dan alunan musik gamelan modern "Satria Laras" menjadi salah satu daya tarik bagi pengunjung mal. Puluhan orang menyaksikan pertunjukan, mulai dari orang tua, remaja, sampai anak-anak larut dalam cerita yang dituturkan dalam bahasa Indonesia oleh Ki Enthus. "Saya kaget ketika memasuki mal ada suara alunan gending Jawa, karena itu saya sempatkan menonton. Konsepnya sangat bagus," kata seorang warga AS, Juliana. Beberapa anak-anak juga menjawab dengan antusias saat ditanya bagaimana kesannya menonton wayang. "Lucu banget wayangnya bisa jungkir balik," celoteh seorang anak, Gunawan, yang menonton bersama ayah dan ibunya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006