... tidak dibangun, harus dikirim ke Jakarta dulu, akan seperti apa Jakarta nanti?...
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Asosiasi Pemilik Kapal Nasional Indonesia (INSA), Carmelita Hartoto, optimistis Pelabuhan Cilamaya, Karawang Utara, Banten, akan tetap dibangun.
"Cilamaya pasti akan tetap dibangun, saya juga sudah bicara dengan Menteri (Perhubungan) Jonan bahwa dia juga yakin," kata Hartoto, saat ditemui di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Kamis.
Menurut dia, niat pemerintah untuk membangunpPelabuhan tersebut juga sudah bulat dengan memasang pipa-pipa dan pelebaran pelabuhan serta melakukan studi kelayakan.
"JK (Jusuf Kalla) sudah buat studi kelayakannya selama empat tahun, masa enggak jadi," katanya.
Dia menilai Pelabuhan Cilamaya berperan penting untuk mengurangi biaya logistik serta alternatif pelabuhan bagi pengusaha pelayaran.
"Di negara lain melakukan hal yang sama, sekarang harus sudah memikirkan ada pelabuhan lain yang jadi pilihan, sekarang khan Pelindo saja," katanya.
Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan, sebelumnya mengatakan, belum mengetahui kelanjutan proyek tersebut karena masih dibahas di Bappenas dan diketahui setelah Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional. "Lanjut atau tidak, saya tidak tahu," katanya.
Namun, ia menginginkan Pelabuhan Cilamaya tetap dibangun untuk memudahkan pengiriman barang ke kawasan industri yang sebagian besar di kawasan Karawang dan sekitarnya.
Menurut Jonan, jika Pelabuhan Cilamaya tidak dibangun, bukan hanya semakin mendongkrak biaya logistik, melainkan juga menyumbang kemacetan Jakarta yang semakin padat.
"Cilamaya ini 70 kilometer di timur Jakarta yang didesain untuk melayani industri yang ada di Karawang. Kalau tidak dibangun, harus dikirim ke Jakarta dulu, akan seperti apa Jakarta nanti?," katanya.
Dia mengatakan jika pembangunan Pelabuhan Cilamaya ditangguhkan maka berlawanan dengan program utama Kabinet Kerja, yakni menurunkan biaya logistik yang berdampak pada kemakmuran bangsa.
Saat ini, kata Jonan, biaya logistik di Indonesia masih sekitar 20 persen, sedangkan di negara-negara maju hanya sekitar delapan hingga sembilan persen.
"Kita turunkan perlahan, kalau tidak turun kemakmuran masyarakat akan terbelakang," katanya.
Pewarta: Juwita Rahayu
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2014