Jakarta (ANTARA News) - Bak zombi, virus penyebab penyakit herpes zoster, varicella zoster, "bangkit" kembali saat usia senja setelah mengalami fase "tidur" dalam beberapa tahun.
Kemunculan kembali virus yang juga dikenal dengan shingles, cacar ular, dan cacar api itu ditandai dengan ruam merah berisi cairan (bintil) dan biasanya disertai rasa nyeri yang menyakitkan.
Bahkan, menurut Neurolog Dr dr Andardi Suryamiharja, nyeri yang ditimbulkan dari penyakit herpes zoster bisa menimbulkan gangguan jiwa atau depresi.
"Lebih nyeri dari sakit melahirkan," katanya.
Andardi mengatakan umumnya nyeri pasca-herpes (NPH) ditandai dengan warna memerah (ruam) pada kulit. Berbeda dengan herpes simplex, bintil dan ruam merah yang ditimbulkan herpes zozter berurut berdasarkan (dermatom), artinya pola kulit yang sejajar tidak menyebar, biasanya di sisi kiri atau kanan saja.
Penderita biasanya sudah merasakan nyeri sebelum ruam kulit muncul, tetapi rasa nyeri itu lebih hebat, luas dan lama ketika muncul ruam kulit dan lesi kulit.
"Sebetulnya tidak fatal, tetapi sangat menyiksa sekali, mempunyai efek yang hebat dan berkepanjangan terhadap pasien, sehingga menimbulkan gangguan psikologis," katanya.
Seringkali, Andardi mencontohkan, rasa nyeri tersebut ditimbulkan oleh rangsang yang bukan nyeri atau dikenal dengan allodynia.
"Misalnya, terkena handuk atau tergesek pakaian itu kan bukan rangsang nyeri, tetapi rasa sakit yang ditimbulkan luar biasa atau chronic intractable pain," katanya.
NPH digambarkan sebagai nyeri yang masih menetap selama tiga bulan atau lebih setelah ruam kulit menghilang sampai berbulan-bulan atau menahun.
Pakar Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dr. Edy Rizal Wachyudi, SpPD KGer mengatakan penurunan kualitas hidup terjadi pada fisik dan psikologis penderita herpes zoster.
Penyakit itu, lanjut dia, membuat penderita mengalami gangguan fisik seperti susah gerak, susah tidur, serta penurunan nafsu makan dan berat badan.
Banyak penderita, menurut dia, jadi depresi karena tidak kuat menahan rasa sakit dan keterbatasan gerak tubuh.
Kondisi itu juga bisa menimbulkan depresi, gelisah, tekanan emosional, dan susah konsentrasi sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari penderita.
"Sehingga menjadi kurang percaya diri, perubahan peran sosial dan penurunan aktivitas sosial," katanya.
Risiko
Karena virus varicella-zoster umumnya bangkit kembali pada usia senja seiring menurunnya imunitas, maka para lansia lah yang paling berisiko terserang penyakit yang tidak bisa diprediksi ini.
Menurut Kenneth Schmader dalam buku "Herpes Zoster in Older Adults" 95 persen orang dewasa berusia di atas 50 tahun yang pernah mengalami cacar air sebelumnya berisiko menderita herpes zoster.
Edy menyebutkan NPH meningkat 27 kali lipat pada umur 50 tahun ke atas dan pada usia di atas 60 tahun meningkat 40 persen.
Walaupun ada terapi antivirus, NPH tetap terjadi pada 10-20 persen pasien herpes zoster.
"Kelompok lansia akan mengalami immunosenescence, yakni suatu kondisi di mana menurunnya kekebalan tubuh pada seseorang, sehingga respon imun tubuh terhadap pertahanan infeksi kuman dan virus menurun," katanya.
Hal itu lah yang menjelaskan mengapa kelompok lansia menjadi lebih mudah terkena infeksi, bahkan sering disertai komplikasi, dibandingkan kelompok berusia muda.
"NPH yang merupakan komplikasi paling umum dari herpes zoster dapat menimbulkan sakit luar biasa bagi pasien lanjut usia," katanya.
Dia menjelaskan pengobatan NPH tidak lah mudah dan hanya sedikit yang dilaporkan merasakan keberhasilan pengobatan.
Edy menyebutkan usia yang berisiko terkena herpes zoster mulai dari usia 50 tahun ke atas, namun tidak tertutup kemungkinan usia muda juga bisa terserang.
Potensi kejadian penyakit ini makin meningkat bersamaan dengan peningkatan usia harapan hidup. Di Indonesia, usia harapan hidup penduduk sudah naik menjadi 72 tahun pada 2014.
"Dengan meningkatnya populasi lansia di Indonesia serta meningkatnya usia harapan hidup, kesehatan dan kualitas hidup lansia juga lebih menjadi sorotan, salah satu penyakit herpes zoster," katanya.
Di 13 rumah sakit pendidikan Indonesia, sepanjang 2011-2013 ada 593 kasus (26,5 persen) dari total kasus herpes zoster 2.232 kasus.
Dari jumlah tersebut 250 kasus dialami kelompok usia 45-64 tahun dan 140 kasus pada kelompok usia 65 tahun ke atas.
Medical Affairs Director MSD Indonesia Dr Suria Nataatmadja menambahkan bahwa reaktivasi herpes zoster pada orang tua 10 kali lebih tingi dibanding usia muda.
"Diperlukan penyerapan informasi melalui sosialisasi secara luas kepada masyarakat agar kita bisa mengetahui cara efektif untuk menghindarinya," katanya.
Vaksinasi
Untuk mencegah virus mematikan yang menyerang saat usia lanjut tersebut, Edy menyarankan masyarakat melakukan vaksinasi.
"Kami menyarankan untuk vaksinasi karena terbukti efektif dan ekonomis" katanya.
"Nah sekarang bagaimana supaya tidak bangun, salah satunya dengan vaksin agar yang menurun ini (imunitas) tidak sampai curam," katanya.
Ia menyarankan vaksinasi dilakukan pada saat tubuh fit dan optimal sesuai saran dokter yang mampu mengevaluasi kondisi tubuh pasien siap untuk divaksinasi atau tidak.
Edy mengatakan vaksin zostavax menurut penelitian hanya bisa dilakukan sekali seumur hidup dengan biaya sekitar Rp1,8 juta.
"Kalau dibandingkan dengan risiko kesakitan yang luar biasa dengan pengobatan seumur hidup, vaksinasi itu cukup ekonomis," katanya.
Dia mengatakan seharusnya pemerintah memfasilitasi vaksinasi herpes zoster di puskesmas-puskemas karena penyakit tersebut tidak mengenal status ekonomi seseorang.
Selain itu, lanjut dia, pencegahan dini bisa dilakukan dengan memperbaiki gaya hidup seperti rutin berolahraga dan menerapkan pola makan sehat.
"Bicara imunitas, pasti terkait dengan gaya hidup," katanya.
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014