Karenanya kami mendukung penuh kebijakan wali kota untuk membangun jalan layang dan jalan bawah tanah (underpass) di dua titik yang sudah direncanakan oleh Pemkot."

Banda Aceh (ANARA News) - Banda Aceh bukan Jakarta, dan juga tidak sama dengan kota besar lainnya di Tanah Air, tapi kemacetan lalu lintas di ibu kota Provinsi Aceh itu nyaris tidak ada bedanya.

Mungkin yang membedakan, kemacetan di Jakarta menyuluruh di seluruh ruas jalan dan tidak mengenal waktu, baik itu pagi, siang, sore atau malam hari. Bukan Jakarta namanya kalau tidak macet.

Sementara di kota-kota besar lainnya, seperti Medan, Palembang, Surabaya dan Bandung, mungkin juga kemacetan arus lalu lintas masih pada jam-jam sibuk atau pada titik, titik tertentu.

Namun di Kota Banda Aceh, saat ini dapat dipastikan kemacetan lalu lintas hanya dapat dilihat seperti di persimpangan lampu merah Simpang Jambo Tape atau meliputi Jalan T Hasan Dek, Tgk Daud Beureueh, dan T Nyak Arief, kemudian Simpang Surabaya, Jalan Teuku Umar (Setui).

Tetapi, Pemerintah Kota Banda Aceh telah memprediksikan bahwa masalah kemacetan lalu lintas jalan raya akan semakin parah untuk dua atau tiga tahun mendatang, seiring dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan kendaraan bermotor.

Data pemerintah pada 2011 menunjukkan pertumbuhan kepemilikan kendaraan di seluruh Aceh tiga tahun terakhir itu terbilang tinggi, berkisar 80.000 sampai 130.000 unit per tahun.

"Jika hari ini kemacetan terjadi di persimpangan lampu merah, dan sejumlah ruas jalan tertentu, tapi ke depan dipastikan kondisi itu menjadi pemandangan yang tidak mengenakkan di jalan-jalan di kota Banda Aceh," kata warga Banda Aceh, Arief Rahman.

Karena itu, harapannya bahwa Pemerintah Kota Banda Aceh harus segera mencarikan solusi kemacetan sebelum terlambat, termasuk memprogramkan pengadaan angkutan massal di masa mendatang.

Sejalan dengan itu, Pemkot Banda Aceh mulai memprogramkan pembangunan jalan layang (fly over) dengan anggaran yang harus direalisasikan mencapai senilai Rp240 miliar.

"Jalan layang ini akan mulai dibangun pada 2015 dengan target selesai selama tiga tahun. Total anggaran membangun jalan ini mencapai Rp240 miliar," kata Wali Kota Banda Aceh Hj Illiza Saaduddin Djamal.

Pembangunan jalan layang ini, kata lliza dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah pusat melalui APBN. Pemerintah pusat mengalokasikan anggaran pembangunan jalan ini berkat komunikasi intensif pemerintah kota dengan Kementerian Pekerjaan Umum.

Jalan layang yang dibangun itu, katanya, menghubungkan antara Jalan Tgk Chik Ditiro dan Jalan Tgk Imum Lueng Bata. Panjang jalan layang mencapai 850,9 meter dengan lebar 17,5 meter.

Jalan ini dibangun untuk mengatasi kemacetan di Simpang Surabaya Banda Aceh. Jalan layang ini juga berfungsi sebagai jalur evakuasi jika terjadi bencana tsunami, kata Wali Kota Banda Aceh.

"Seperti pengalaman gempa 8,5 SR pada 11 April 2012. Simpang Surabaya menjadi macet ketika warga mengevakuasi diri karena khawatir terjadi tsunami. Jika jalan layang ini selesai, maka bisa dijadikan jalur pengungsian atau evakuasi bagi masyarakat," katanya.

Illiza Saaduddin Djamal menyebutkan, pembangunan jalan layang ini tidak akan mengganggu ruas Jalan Tgk Chik Di Tiro dan Jalan Tgk Imum Leung Bata karena pemasangan tiangnya berada di median tengah jalan.

"Namun begitu, dua ruas jalan ini akan dilebarkan sekitar dua meter, kiri dan kanan. Kami mengharapkan masyarakat mengerti saat pengerjaan pembangunan jalan berlangsung karena akan ada gangguan sedikit terhadap aktivitas ekonomi masyarakat," katanya.

Menyangkut ganti rugi lahan, Hj Illiza Saaduddin Djamal menyebutkan ada 67 persil tanah yang dibebaskan. Dari 967 persil tanah tersebut, 52 sudah setuju dibebaskan, selebihnya sedang dalam proses.

"Total anggaran pembebasan lahan mencapai Rp10 miliar. Sedangkan biaya pembebasan tanahnya Rp3 juta per meter. Kami berharap persoalan lahan ini tidak menjadi masalah," katanya.

Illiza Saaduddin Djamal menambahkan, pemerintah kota juga sudah berkoordinasi dengan sejumlah perusahaan yang memiliki jaringan seperti PT Telkom, PDAM, maupun PT PLN di ruas jalan yang akan dibangun jalan layang.

"Hasilnya, perusahaan tersebut akan segera memindahkan jaringan milik mereka di lokasi pembangunan jalan layang. Seperti PDAM, segera memindahkan pipa air bersih. Begitu juga dengan PLN dan Telkom, akan memindahkan kabel optik dan kabel listriknya di tempat itu," katanya.


Padat Lalu Lintas

Sementara itu Ketua DPRK Banda Aceh Arif Fadhillah mengatakan ibu kota Provinsi Aceh yang semakin padat arus lalu lintas, butuh banyak jalan layang.

"Karenanya kami mendukung penuh kebijakan wali kota untuk membangun jalan layang dan jalan bawah tanah (underpass) di dua titik yang sudah direncanakan oleh Pemkot," katanya menjelaskan.

Dengan dibangunnya jalan layang di Jalan Tgk Chik Ditiro melintasi perempatan jalan Simpang Surabaya-dari Desa Peuniti tembus ke Desa Lueng Bata sepanjang 850 meter sangat membantu mengurangi kemacetan di jalan nasional tersebut.

Begitu juga dengan dibangun jalan bawah tanah yang bisa menghubungkan kembali Jalan T Iskandar Muda Gampong (desa) Beurawe ke Kuta Alam, sehingga bisa mengurai kemacetan yang pada saat tertentu menumpuk di Jalan T Hasan Dek hingga memenuhi jembatan antara Simpang Surabaya-Kuta Alam.

"Kita mendukung, apalagi untuk membangun dua jalan yang menelan biaya Rp240 miliar tersebut dananya dari APBN. Jadi, tidak mengganggu dana APBK yang memang kecil," kata politisi Partai Demokrat itu.

Selain dua jalan itu Arief juga meminta Pemkot memikirkan program yang pernah digagas mantan wali kota (Mawardi Nurdin) untuk membangun juga jalan layang di kawasan Jambo Tape, Kecamatan Kuta Alam yang juga sudah padat arus lalulintasnya.

Kemudian, perempatan Simpang Surabaya dan Jambo Tape serta sejumlah ruas jalan lain, termasuk Simpang Tujuh Ulee Kareng perlu dicarikan jalan keluar untuk mengurai kemacetan di ibukota provinsi itu.

Sementara di ruas jalan Teuku Umar kawasan Seutui atau depan Rumah Sakit Harapan Bunda juga diperlukan penataan agar tidak semua badan jalan digunakan untuk parker yang mengakibatkan kemacetan lalu lintas terutama sore hingga menjelang malam hari.

"Jalan Teuku Umar itu sempit. Jadi, kalau kendaraan pasien rumah sakit Harapan Bunda parkir maka jalan itu tambah sempit dan mengundang kemacetan. Saya minta Pemkot menata kembali perpakiran sehingga tidak mengganggu arus lalu lintas," kata Arief Fadhillah.

Namun yang menjadi harapan masyarakat agar Kota Banda Aceh tidak macet, apalagi semrawut. Cukup sudah masalah kemacetan di jalan raya itu menjadi problema bagi kota-kota besar lainnya yang duluan maju.

Kota Banda Aceh dan masyarakatnya ingin maju, tumbuh menjadi kota modern, sejuk dan nyaman, tapi bukan untuk kemacetan yang telah membuat umur kita tua di jalan.

Pewarta: Azhari
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014