Kita masih butuh dana besar untuk misalnya menghindarkan kebakaran hutan dan penahanan perluasan lahan serta restorasi lahan gambut yang butuh 8 miliar dolar AS
Jakarta (ANTARA News) - Komitmen pengurangan emisi gas rumah kaca dari setiap negara dan kontribusinya terhadap aksi perubahan iklim global pasca 2020 akan menjadi pokok perundingan pada Konferensi para Pihak United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) ke-20 dan Protokol Kyoto ke-10 yang akan berlangsung pada 1-12 Desember 2014 di Lima, Peru.
Komitmen penanganan perubahan iklim pasca 2020 dituangkan dalam kesepakatan multilateral baru yang akan diadopsi pada COP-21 akhir 2015 di Paris, Perancis.
Menurut Ketua Harian Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) selaku Ketua Delegasi Republik Indonesia Rachmat Witoelar, perundingan iklim tersebut penting untuk mendorong kontribusi semua negara untuk berkomitmen mengurangi gas rumah kaca.
"Untuk aksi perubahan iklim pasca 2020, kontribusi diharapkan dari semua negara, baik kaya maupun miskin, baik besar maupun kecil. Penerapan kontribusi dari semua negara tersebut disebabkan oleh fakta pengurangan emisi gas rumah kaca hingga kini tidak sebanding dengan sasaran yang seharusnya dicapai sebagaimana disarankan oleh temuan-temuan oleh komunitas ilmiah," kata Rachmat di kantor DNPI, Jakarta, Rabu.
Ia menambahkan bahwa kesenjangan antara aksi dan target masih sangat besar sehingga dikhawatirkan dampak negatifnya akan semakin buruk.
"Kalau tidak cepat ditutup, dikhawatirkan dampak negatif yang selama ini dialami oleh komunitas rentan dan miskin di negara-negara berkembang, termasuk petani dan nelayan, akan bertambah buruk," ujar Rachmat.
"Pemerintah juga akan makin disibukkan dengan anggaran untuk merehabilitasi kerusakan, alih-alih memfokuskan anggaran untuk pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat," tambahnya.
Beberapa studi menegaskan bahwa jika tidak segera ada aksi mitigasi yang ambisius oleh semua negara, maka kenaikan suhu rata-rata permukaan bumi akan bergerak di atas 2 derajat celcius, yaitu antara 3-4 derajat celcius, suatu kondisi yang diperkirakan akan menyebabkan peningkatan jumlah dan intensitas cuaca ekstrem dengan daya rusak yang makin tinggi.
Pada kesempatan tersebut, lanjut Rachmat, Indonesia juga akan melakukan upaya aktif dalam negosiasi internasional dengan menunjukkan program yang telah dilakukan dalam menghadapi perubahan iklim, salah satunya komitmen secara suka rela menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 26 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan dukungan dunia internasional pada tahun 2020.
Dalam hal pendanaan, Indonesia juga memancing janji kontribusi dari negara maju ke Green Climate Fund dengan kontribusi 250.000 dolar AS namun diapresiasi oleh negara-negara maju karena dianggap memberikan inspirasi dan motivasi.
"Kita tunjukkan bahwa kita sungguh-sungguh. Jadi kalau kita mau lobi kontribusi dana, negara-negara maju itu sudah bisa lihat apa yang telah kita lakukan. Kita masih butuh dana besar untuk misalnya menghindarkan kebakaran hutan dan penahanan perluasan lahan serta restorasi lahan gambut yang butuh 8 miliar dolar AS," jelas Rachmat.
Pewarta: Monalisa
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2014