Kalau mau jual pesawat ke Indonesia jangan hanya jual saja, tapi perakitan akhirnya harus di Indonesia."

Jakarta (ANTARA News) - Persenjataan dan perlengkapan militer produk Indonesia ternyata sudah mendunia, hal itu terungkap dalam pameran Indodefence 2014 baru-baru ini di Jakarta.

Perusahaan garmen Sritex memproduksi pakaian militer ke 30 negara seperti Jerman, Malaysia, Amerika, Swedia, dan lain sebagainya.

"Kita sudah suplai ke 30 negara, seperti seragam loreng, jaket, Pakaian Dinas Harian (PDH)," kata Torang Siburian, selaku General Manager Sritex.

Keunggulan pakaian militer buatan perusahaan yang berlokasi di Solo ini ialah penggunaan teknologi anti-infra merah, anti-api, anti-air, hingga anti-serangga, pada seragam garapannya sehingga mampu mendukung operasi militer di setiap medan.

Terdapat juga rompi tempur canggih buatan PT Farin Industri Nusantara yang bermarkas di Bandung Jawa Barat.

Rompi yang mampu menyerap panas tersebut merupakan hasil penelitian bersama dengan Puslitbang (pusat penelitian dan pengembangan) Polri dan Kementerian Pertahanan.

Menurut Stephen Nusantara, Presiden Direktur Farin, rompi yang kerap digunakan militer maupun kepolisian kerap menyebabkan heat stress (Kondisi panas tubuh yang berlebih), sehingga menurunkan ketahanan fisik prajurit.

"Dengan lapisan ini, panas yang dihasilkan tubuh akan diubah menjadi dingin melalui proses kimiawi dari lapisan tersebut," kata Stephen.

Dia mengatakan lapisan yang bisa diaplikasikan kepada semua jenis rompi tempur tersebut diminati banyak negara, baik di Asia maupun Amerika.

Stephen mengatakan Thailand, Filipina, Malaysia, dan Amerika memesan produk tersebut hingga jumlah ribuan unit untuk digunakan sebagai komponen pelindung pasukan militer maupun penegak hukum mereka,

"Inovasi ini lebih maju dibandingkan Amerika yang masih menggunakan kantong es untuk mendinginkan badan. Padahal mereka kan senior di bidang teknologi militer," katanya.

Indonesia juga masih memiliki potensi pada bidang pengembangan persenjataan dan pertahanan ringan maupun menengah.

Terdapat kendaraan taktis buatan PT Sentra Surya Ekajaya (SSE) yang telah digunakan sejumlah pasukan khusus Indonesia seperti Komando Pasukan Katak (Kopaska) TNI AL, Detasemen Jala Menkara (Denjaka) Korps Marinir, dan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD.

"Kita juga telah mengirim lima unit kendaraan angkut personel lapis baja ke Srilanka. Sampai sekarang tidak ada keluhan," kata Chief Executive Officer PT Sentra Surya Ekajaya, Eka Suryajaya.

Sementara itu, Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang) TNI AD telah berinovasi dengan mengembangkan sejumlah produk.

Inovasi terbaru dari Dislitbang TNI AD ialah Kendaraan Intai-Tempur Komodo dan Senapan Mesin Multi Laras (SMML) kaliber 7,62 milimeter.

"Kendaraan Komodo ini adalah hasil riset mandiri Dislitbang dan bekerjasama dengan PT Fin Komodo Technology di Cimahi, Bandung," kata Kepala Seksi Rekayasa Mekanik Laboratorium Dislitbang TNI AD, Mayor Infantri Rudy Heru Yudoyono.

Terobosan lain yang dilakukan Dislitbang TNI AD ialah pengembangan SMML yang menggunakan mekanisme mirip seperti Gatling Gun buatan Amerika.

"Ini adalah versi ke tiga, sudah mengalami perubahan dan penyempurnaan dari versi sebelumnya. Untuk mengembangkan ini kita juga kerja sama dengan PT Pindad," kata Rudy menjelaskan.

Transfer Teknologi
Dalam perkembangannya, Indonesia juga menjalin kerja sama dengan sejumlah pihak dari luar negeri untuk turut membantu mengembangkan industri pertahanan.

Kerja sama yang dilakukan dapat bermacam-macam bentuknya, dan biasanya turut disertakan dalam sebuah kontrak pembelian atau penjualan produk militer antar negara.

Indonesia mensyaratkan suatu kerja sama kepada negara yang menawarkan produk militernya.

Kerja sama tersebut ialah Transfer of Technology (ToT), yaitu suatu kerja sama yang mengharuskan penjual membagi kemampuan teknologi pembuatan produk mereka kepada pembeli, baik sebagian maupun keseluruhan.

Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Budi Santoso mengatakan Indonesia juga mengajukan syarat khusus terhadap setiap pembelian pesawat tempur dari luar negeri.

"Kalau mau jual pesawat ke Indonesia jangan hanya jual saja, tapi perakitan akhirnya harus di Indonesia," kata Budi.

Dengan begitu, katanya, Indonesia bisa leluasa melakukan perbaikan atau upgrade secara mandiri tanpa harus mengirim ke negara asal pembuatannya.

"Siapa pun saya dukung asalkan buat pabrik perakitannya di Indonesia, di mana pun silahkan. Tidak harus di PT DI," kata Budi menjelaskan.

Eurofighter Typhoon
Indonesia kini sedang dalam rencana penggantian armada pesawat tempur F-5 Tiger.

Budi mengatakan, saat ini perusahaan konsorsium dari Eropa, Eurofighter, menjadi pihak yang tengah bernegosiasi terkait persyaratan tersebut, yaitu menyerahkan proses perakitan jet tempur Typhoon di Indonesia.

"Nanti setiap bagian pesawat akan datang ke Indonesia. Seperti sayap dari Italia dan Spanyol, badan pesawat dari Jerman atau Inggris, akan dikirim dan dirakit di sini," kata Budi.

Pengecekan akhir dan tes terbang yang pertama kali pun akan dilakukan oleh Indonesia, katanya.

Budi lebih lanjut mengatakan Eurofighter menawarkan desain dan fitur khusus pada pesawat itu sehingga varian Typhoon milik Indonesia akan berbeda dengan varian yang dimiliki negara lain.

"Ada Conformal Fuel Tank (CFT) di sisi atas, dan ini desain baru yang belum pernah dibuat. Sekarang mereka juga meminta saya untuk menghitung desainnya kepada mereka," katanya.

CFT pada Typhoon menambah daya angkut persenjataan di bagian sayap, serta meningkatkan aerodinamisme pesawat ketika bermanuver di udara.

Budi menuturkan banyak negara yang menawarkan penjualan berbagai jenis pesawat tempur ke Indonesia, namun enggan memenuhi syarat tersebut.

"Alasannya karena itu kan rahasia negara. Tapi Typhoon ini kan konsorsium dari Jerman, Inggris, Italia, dan Spanyol, jadi sudah bukan rahasia negara lagi dong?," kata Budi.

Oleh Roy Rosa Bachtiar
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014