"Kami sepakat untuk mendorong peningkatan pemanfaatan karet alam di dalam negeri sampai dengan 10 persen," kata Menteri Perladangan Komoditi Malaysia, Datuk Amar Douglas Uggah, pada jumpa pers usai pertemuan ITRC di Kuala Lumpur, Malaysia, Kamis.
Hadir pada pertemuan tersebut Menteri Perdagangan Rachmat Gobel serta Menteri Pertanian dan Koperasi Thailand, Petipong Pungbun Na Ayudhya.
Datuk Amar Douglas Uggah yang menjadi ketua pada pertemuan ITRC tersebut mengatakan banyak cara untuk meningkatkan penggunaan karet alam di dalam negeri, selain untuk industri ban.
Ia merujuk pada Thailand yang berhasil mengembangkan industri hilir karet alam untuk konstruksi bangunan maupun jalan.
Indonesia bersama Thailand dan Malaysia merupakan produsen karet alam menguasai 67 persen produksi komoditas itu di dunia. Ketiga negara tersebut juga memberi kontribusi ekspor terbesar yaitu 79 persen.
Selain Indonesia, Malaysia, dan Thailand, sejumlah negara lain di ASEAN yaitu Laos, Myanmar, Kamboja, dan Vietnam memproduksi karet dengan kontribusi 10 persen. Namun empat negara tersebut belum menjadi anggota ITRC.
"Kehadiran perwakilan mereka pada pertemuan ITRC ini merupakan sinyal mereka mau bekerja sama," kata Douglas.
Pertemuan tingkat menteri ITRC itu juga menyepakati kerja sama pengaturan penanaman dalam skema managemen pasokan (supply management scheme) 2015-2020 untuk menyeimbangkan jumlah pasokan dan permintaan dunia, yang saat ini cenderung lebih banyak pasokan sehingga harga karet alam tertekan dalam tiga tahun terakhir.
Dengan demikian diharapkan harga karet alam dalam jangka menengah bisa terus menguat.
Selain itu untuk menjaga harga karet, menteri dari tiga negara tersebut juga sepakat mendirikan pasar karet regional (regional rubber market) dalam waktu 18 bulan.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan (Kemendag) harga karet alam pada November mencapai sekitar 1,5 dolar AS per kilogram. Padahal pada 2011 harga komoditas tersebut pernah menyentuh empat dolar AS per kilogram.
"Kami sepakat tidak membatasi jumlah produksi dan mengatur pola tanam (karet) sehingga harga karet di pasar dunia menguat secara bertahap," kata Mendag Rachmat Gobel.
Selain itu, Indonesia juga akan terus meningkatkan penggunaan karet dalam negeri dengan menggenjot program hilirisasi, termasuk mengembangkan industri berbasis karet untuk konstruksi dan bahan bangunan, termasuk sandaran kapal.
Rachmat menekankan penting bagi Indonesia untuk memperjuangkan kenaikan harga karet alam yang sudah mencapai dibawah harga produksi, karena 85 persen produksi komoditas tersebut berasal dari perkebunan rakyat/petani.
"Petani harus diyakinkan dengan harga karet yang bagus, agar mereka tidak meninggalkan perkebunan karet dan beralih ke yang lain," kata Rachmat.
Akibat harga karet alam yang turun, ekspor karet alam Indonesia pada 2013 anjlok menjadi sekitar 6,9 miliar dolar AS dari tahun 2011 yang mencapai 11,7 miliar dolar AS.
Sementara itu, Wakil Ketua Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Moenardji Soedargo mengatakan kesepakatan peningkatan konsumsi karet alam di dalam negeri sebesar 10 persen sangat bisa dilakukan.
"Kenaikan konsumsi sebesar 10 persen itu bisa diserap industri ban, apalagi banyak investasi baru di industri tersebut," katanya.
Produksi karet alam Indonesia berdasarkan data Gapkindo mencapai 3,2 juta metrik ton dan sekitar 500 ribu ton di antaranya dipakai oleh industri dalam negeri.
Pewarta: Risbiani Fardaniah
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2014