Jakarta (ANTARA News) - Berusaha untuk bijaksana adalah sikap yang dilakukan produser rumah produksi Frame Ritz, Sentot Sahid, dalam membuat karya sinetron.
Sikap itu diambil karena dia merasa ikut prihatin terhadap kritik pedas yang dilontarkan sejumlah pihak termasuk tim seleksi FFI 2006, bahwa kebanyakan sinetron mengumbar lemahnya kaum wanita, cinta, intrik dan kriminalitas.
Ia mengakui adanya kecenderugan para pembuat film maupun sinetron menyuguhkan unsur kekerasan, pembunuhan dan penindasan yang laku dijual.
Namun demikian, untuk mendefinisikan film/sinetron Indonesia pun bukan soal gampang.
"Apakah yang semata mengangkat budaya daerah seperti Kabayan, misalnya," katanya.
Padahal, kendati tidak sedramatis yang digambarkan sinetron, konflik dan kekerasan memang sering terjadi di tengah kehidupan masyarakat.
"Bagi saya, film Indonesia itu menggambarkan kehidupan warga masyarakat yang tinggal di negara kita ini," katanya.
Dari segi untung-rugi, ia mencontohkan gagalnya "Rumah Kardus" mencapai standar penayangan sebanyak 13 episode, padahal sinetron itu mendapat pengakuan dari FFI sebagai potret sosial Indonesia.
"Cuma sampai 11 episode sudah didrop," ujarnya.
Di sisi lain, Sentot memuji "Denias, Senandung di Atas Awan" sebagai film Indonesia yang berhasil mengangkat citra daerah tetapi komersial.
Berangkat dari kenyataan ini, produser langganan SCTV dan cukup sering kerjasama dengan SinemArt ini meyatakan pihaknya memilih jalan tengah, yakni tidak mengumbar kemewahan dan unsur-unsur komersial tetapi tidak pula menabukannya secara idealis.
Sebagai garansi, ia mempersilakan masyarakat melakukan kritik terhadap Frame Ritz, termasuk dari "Cookies, kumpulan kisah-kisah manis" yang bakal tayang di SCTV setiap hari pukul 18.00 WIB, mulai 20 Nopember 2006.
Sinetron berseri itu sendiri bergenre komedi-roman dengan segmen penonton remaja dan keluarga.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006