Pontianak (ANTARA News) - Pemerintah melalui Departemen Pertanian telah mengalokasikan dana Rp1 triliun untuk mensubsidi lima persen bunga pinjaman bagi petani pada 2007 mendatang.Subsidi itu dianggarkan untuk membantu meringankan beban petani dalam meningkatkan modal dan meningkatkan investasi sepuluh sampai duapuluh kali lipat pada sektor pertanian, kata Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP) Deptan, Djoko Said Damarjati, di Pontianak, Kamis.Selain itu, dana tersebut juga dapat dijadikan jaminan oleh petani atau kelompok tani yang ingin mengajukan pinjaman ke perbankan dengan tanpa agunan yang selama ini menjadi kendala petani, katanya usai pertemuan Evaluasi Kinerja Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian tahun 2006 se-Indonesia. "Melalui dana P2HP, pemerintah juga memberikan bantuan uang muka sebesar 20 persen ke kelompok tani yang ingin memperkuat modal maupun peralatan," katanya. Misalnya, kata Djoko, kelompok tani ingin memberi peralatan pertanian dengan harga Rp200 juta, hanya perlu membayar Rp160 juta. "Selain mendapat bantuan uang muka, kelompok tani tersebut juga memperoleh subsidi bunga sebesar lima persen," katanya. Menurut Djoko, sisa dana yang harus diangsur kelompok petani merupakan cara agar mereka termotivasi karena selama ini bantuan yang diberikan lebih banyak berupa peralatan. "Karena bantuan dari Pusat lebih banyak berupa peralatan, rasa memiliki petani atau kelompok tani berkurang sehingga tidak optimal, baik pemanfaatan maupun perawatannya," ujarnya. Mengenai realisasi penyerapan dana Rp245 miliar untuk subsidi bunga, Djoko mengaku belum mendapatkan angka pasti namun programnya telah berjalan. "Ini juga program baru. Jadi, sambil berjalan, ada perbaikan mekanismenya agar tepat sasaran," kata dia. Deptan menggandeng sejumlah perbankan seperti Bank Mandiri, Bank Umum Koperasi Indonesia (Bukopin), dan Bank Rakyat Indonesia (BRI). Untuk mempermudah akses petani atau kelompok tani, mereka akan diberi pendamping yang dapat berasal dari berbagai kalangan seperti perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat maupun profesional. "Kalau resiko kegagalan petani, itu menjadi urusan perbankan. Tapi itu harusnya sudah diperhitungkan," katanya.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006