Hanoi (ANTARA News) - Pertemuan paripurna APEC tingkat menteri mendorong para anggotanya yang belum meratifikasi Konvensi PBB dalam pemberantasan korupsi untuk meratifikasi konvensi tersebut, kata Ketua Bersama pertemuan itu Deputi PM dan Menteri Luar Negeri (Menlu) Vietnam Pham Gia Khiem di Hanoi, Vietnam, Kamis. Menlu Vietnam yang didampingi Menteri perdagangan (Mendag) Vietnam Truong Dinh Tuyen dalam jumpa pers menekankan pentingnya tindakan pencegahan dan sistem terintegrasi dalam memberantas korupsi, sehingga mendesak anggota APEC mau mengadopsi dan mengimplementasikan hukum dan norma yang sejalan dengan Konvensi PBB untuk Pemberantas Korupsi (UNCAC). Selain itu, lanjutnya, gugus tugas anti korupsi APEC didorong memperkuat kerjasama dengan organisasi regional dan internasional yang terkait, seperti PBB, Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia, Interpol, Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), gugus tugas Aksi Keuangan dan Kelompok Asia Pasifik dalam penanganan pencucian uang, untuk meningkatkan gerakan anti korupsi di kawasan Asia Pasifik. Ditambahkannya, para menteri APEC menggarisbawahi komitmen untuk menindak pelaku korupsi, khususnya level tinggi yang dilakukan petinggi kantor pemerintah dan mereka yang mengkorupsi aset negara. Di tempat terpisah, Menlu Hassan Wirajuda mengatakan, isu pemberantasan korupsi sangat relevan dengan kondisi Indonesia dan pihaknya ikut mengusulkan masalah anti korupsi ditekankan dalam pertemuan APEC tingkat menteri itu. Selain itu, ia mengingatkan semakin banyak negara yang meratifikasi konvensi PBB akan menguntungkan semua pihak dalam membangun keamanan regional, kinerja ekonomi, perdagangan dan investasi di kawasan Asia Pasifik. "Memang ratifikasi ini hak kedaulatan setiap negara. Kita hanya bisa mendorongnya. Namun semakin banyak yang ikut ratifikasi semakin bagus untuk bersama memberantas korupsi," katanya. Hassan mengatakan, pemberantasan korupsi tidak bisa sendiri saja karena ada pelaku korupsi yang lari ke negara lain untuk menyelamatkan hasil korupsinya. Oleh karena itu, kerjasama pemberantasan korupsi trans-nasional sangat didukung Indonesia. "Bisa saja mereka yang melakukan tindak korupsi yang lari ke negara lain, dipulangkan ke negara asalnya tempat dia korupsi," katanya. Menurut Hassan, kerjasama multilalateral anti korupsi juga memungkinkan pelacakan aset yang telah dikorupsi di luar negaranya. Sementara itu tentang perjanjian ekstradisi, Hassan mengatakan, perjanjian ekstradisi sifatnya bilateral. Namun kerjasama multilateral anti korupsi bisa mendasarinya. Ia mengungkapkan, adanya perjanjian ekstradisi akan memfasilitasi untuk memulangkan tersangka pelaku korupsi dan memulai proses hukum. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006