Kami berani memastikan bahwa ada tindakan korupsi yang diduga dilakukan oleh pihak kontraktor pembangunan ruang kelas baru di sekolah tersebut,"

Bekasi (ANTARA News) - Polresta Bekasi, Jawa Barat, memastikan adanya praktik korupsi dalam peristiwa ambruknya proyek ruang kelas baru di SDN Bantarsari 3, Kecamatan Pebayuran, pada 20 November 2013.

"Kami berani memastikan bahwa ada tindakan korupsi yang diduga dilakukan oleh pihak kontraktor pembangunan ruang kelas baru di sekolah tersebut," kata Kasat Reskrim Polresta Bekasi AKP Wirdanto Hadicaksono di Cikarang, Selasa.

Menurut dia, keyakinan pihaknya terhadap tindakan korupsi dalam proyek yang didanai pemerintah pusat melalui program Dana Alokasi Khusus (DAK) 2011 sebesar Rp100 juta lebih itu dilatarbelakangi laporan dari sejumlah tim ahli.

"Penyelidikan kasus ini melibatkan 43 orang saksi, saksi ahli dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK), saksi ahli Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), saksi ahli Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP)," katanya.

Menurutnya, tim ahli tersebut menyatakan bahwa semua paket pengerjaan pembangunan ruang kelas baru oleh kontraktor CV Pancaran Mas tidak sesuai dengan ketentuan.

"Dengan kata lain, anggaran yang dialokasikan tidak sesuai bestek," katanya.

Dari hasil penelusuran kepolisian, kata dia, CV Pancaran Mas juga memperoleh paket pengerjaan ruang kelas baru lainnya di SDN Kertajaya 03 dan SDN Kertajaya 04, Kecamatan Pebayuran pada 2012.

Selain itu, tersangka juga menggunakan nama perusahaan lain yaitu CV Tawadu Abadi dalam mengerjakan paket ruang kelas baru di SDN Bantarsari 01, SDN Karangpatri 04 dan SDN Karangpatri 05 dengan nilai paket Rp102.524.000.

"Didapatkan dari total nilai pekerjaan sesuai Surat PErintah Kerja (SPK) sebesar Rp615.604.000, terdapat selisih sebesar Rp374.898.378," katanya.

Atas dasar itu, kata dia, polisi menetapkan tiga orang tersangka dari kasus tersebut yakni, DA selaku pemilik CV Pancaran Mas dan CV Tawadu Abadi, AR selaku kuasa Direktur CV Pancaran Mas, dan ASM selaku penerima dan pelaksana pekerjaan.

"Terangka terancam Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 7 ayat 1 huruf a UU no 31 tahun 1999. Ancaman hukuman maksimal selama 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar," katanya.

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014