Jakarta (ANTARA News) - Fraksi Partai Golkar di DPR menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi karena mengalihkan beban fiskal pemerintahan ke pundak rakyat.
"Bagi F-Partai Golkar kenaikan harga BBM bersubsidi saat ini sama sekali tidak masuk akal, bahkan sulit diterima akal sehat," kata Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR RI Bambang Soesatyo melalui pesan BlackBerry yang diterima ANTARA News di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan hal itu karena harga BBM bersubsidi naik ketika harga minyak di pasar internasional turun atau lebih rendah dari asumsi APBN tahun berjalan.
Dia menjelaskan, APBN-P 2014 mengasumsikan harga minyak 105 dolar Amerika Serikat (AS) per barel, sementara itu harga minyak saat ini di kisaran 80 dolar AS per barel.
"Artinya, tekanan beban fiskal bagi pemerintah baru relatif belum bertambah karena turunnya harga minyak di pasar internasional," ujarnya.
Menurut dia, apabila Presiden Joko Widodo pro-rakyat, maka seharusnya memiliki keberanian politik dan menunjukan itikad baik dengan menurunkan harga BBM bersubsidi.
Bambang menilai, dari penurunan harga BBM bersubsidi itu, maka akan terbangun suasana nyaman dalam kehidupan rakyat.
"Kalau pun tidak punya itikad baik, Jokowi minimal mempertahankan harga pada level yang berlaku sebelumnya. Namun, dengan menaikkan harga BBM bersubsidi, sama artinya Jokowi tidak punya itikad baik terhadap rakyat," ujarnya.
Namun, ujar dia, Presiden Jokowi tetap saja memilih cara instan menaikkan harga BBM bersubsidi untuk mengamankan APBN tahun berjalan.
Selain itu, Bambang menilai, harga aneka komoditi kebutuhan pokok rakyat bahkan telah melambung sebelum harga baru BBM bersubsidi diberlakukan hari ini, Selasa (18/11).
"Kenaikan tajam harga aneka kebutuhan pokok rakyat dalam beberapa pekan terakhir, termasuk beras, menjadi bukti bahwa para menteri ekonomi dari Kabinet Kerja gagal meredam dampak negatif isu naiknya harga BBM bersubsidi," katanya.
Padahal, menurut dia, pengalaman menunjukan bahwa kenaikan harga BBM akan selalu diikuti dengan naiknya harga barang dan jasa, utamanya harga komoditi kebutuhan pokok dan tarif jasa angkutan penumpang pada semua moda transportasi.
Dia menegaskan, ketidakmampuan para menteri meredam dampak negatif itu akan semakin menyengsarakan rakyat.
"Bantuan non tunai lewat Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) tidak akan mengurangi penderitaan warga miskin karena lonjakan harga barang dan jasa biasanya jauh lebih tinggi," katanya.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2014