Denpasar (ANTARA News) - Deputi Senior Bank Indonesia, Miranda S. Goeltom, mengatakan bahwa ketidakseimbangan global (global imbalances) telah terjadi sejak lama akan dapat menjadi suatu ledakan yang akan mengganggu posisi "current account" secara regional. "Akumulasi ketidakseimbangan tersebut bisa menjadi ledakan yang besar suatu saat. Oleh sebab itu, seluruh negara di dunia seharusnya mulai bekerja sama mengantisipasi ledakan besar dari ketidakseimbangan tersebut," kata Miranda dalam Konferensi Pers Seminar Global Imbalances and Their Impacts on Emerging Market Economics di Jimbaran-Bali, Kamis. Miranda mengatakan posisi current account Indonesia sampai saat ini masih normal, namun tidak berarti tak akan terpengaruh dengan global imbalance. Pasalnya, jika digabungkan secara regional dengan Malaysia, Singapura dan Thailand, current account negara-negara Asia Tenggara ini cukup besar dan hampir mendekati China. "Kita masih sangat bergantung pada nilai tukar, sementara Malaysia tidak terlalu. Hal ini yang mungkin bisa kita bicarakan agar ada kesepakatan bersama untuk menjaga posisi current account secara regional," ujar Miranda. Dia mengemukakan ketidakseimbangan global kalau terus dibiarkan suatu saat akan meledak. Dengan demikian, saat ini negara di dunia mengupayakan agar tidak terjadi ledakan besar, namun ledakan yang kecil-kecil saja. "Saat ini Indonesia sudah punya tools untuk mengatasi ketidakseimbangan global tersebut. Namun demikian, kita harus tetap merumuskan secara bersama-sama dengan negara tetangga lain supaya yang dilakukan juga cukup berarti," kata Miranda. Sementara itu, Gubernur BI, Burhanuddin Abdulah, dalam sambutannya saat membuka seminar, mengatakan negara-negara berkembang yang menjadi emerging market mungkin tidak terlalu memegang peranan penting dalam percaturan ekonomi dunia, namun tetap memiliki pengaruh bagi global imbalances. "Banyak hal penting yang harus kita bicarakan dalam seminar-seminar seperti ini karena global imbalances menjadi satu isu penting bagi perkembangan ekonomi dunia," kata Burhanuddin. Miranda mengungkapkan masalah utama global imbalances kini tak hanya menyangkut defisit atau surplus pada current account (transaksi berjalan), tetapi lebih pada saving and investment behavior. "Negara-negara yang memiliki modal belum terlalu yakin untuk berinvestasi di negara-negara berkembang, dengan alasan keamanan dan kestabilan politik. Mereka lebih memilih untuk menginvestasikan modalnya di negara-negara industri, karena yakin akan memperoleh imbal hasil yang tinggi, lanjutnya. Menurut dia, masalah saving and investment behavior akan menjadi salah satu topik penting yang akan dibahas dalam seminar, khususnya mengenai upaya-upaya yang dapat dilakukan tiap negara agar ketidakseimbangan dunia tidak terus bertambah dan ledakan tidak terhindarkan. Miranda mengungkapkan salah satu langkah yang dapat dilakukan oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah memainkan rule (aturan) yang menjadi kesepakatan bersama menyangkut faktor-faktor yang mempengaruhi global imbalances. Sebagai contoh, Indonesia dan negara-negara lainnya di Asia Tenggara, misalnya Malaysia, Thailand dan Singapura, dapat membuat kesepakatan mengenai langkah-langkah antisipasi terhadap global imbalances. "Bentuk kesepakatan dari negara-negara yang berada di satu kawasan ini akan menjadi salah satu langkah penting untuk mengantisipasi tekanan global imbalances yang terutama dipengaruhi oleh negara-negara maju seperti Amerika Serikat," ujar Miranda.Terpaku pada stabilitas Hal senada disampaikan Andrew D Crokkett, pakar ekonomi global imbalances, negara-negara berkembang masih terfokus untuk menjaga stabilitas current account dan berpikir berada dalam posisi aman jika tidak mengalami defisit. Sebaliknya negara-negara kaya, belum sepenuhnya yakin untuk menabung dan berinvestasi di negara-negara berkembang karena khawatir dengan ketidakstabilan situasi politik dan keamanan. Hal itu, membuat setiap negara cenderung memikirkan kebijakan ekonominya sendiri dan bagaimana mengamankan posisi current account dan mengabaikan faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi global imbalances. "Padahal, global imbalances bukan hanya sekedar surplus dan defisit current account dari suatu negara, tetapi secara keseluruhan menggambarkan posisi current account dari seluruh negara yang terintegrasi secara ekonomi dibandingkan dengan GDP (gross domestic product, red) dunia," kata Crockett yang menjadi pembicara utama dalam seminar itu. Dia mengungkapkan ketika economi dunia semakin terintegrasi dan capital market makin efisien, maka saat itulah waktu yang tepat untuk menabung dan berinvestasi di negara-negara berkembang. Pasalnya, hal itu justru menawarkan imbal hasil yang tinggi dan akan menyebabkan surplus current account. Ditambahkannya, yang paling penting untuk dipikirkan oleh para pemegang kebijakan ekonomi terkait global imbalances adalah bagaimana menciptakan integrasi perekonomian yang dapat mendorong pemodal untuk menabung dan berinvestasi khususnya di negara-negara berkembang yang membutuhkan modal. (*)
Copyright © ANTARA 2006