... akibat selisih paham antar bersaudara, kakak beradik, yang salah satunya (kakak) dihukum mati...Nias, Sumatera Utara (ANTARA News) - Selain potensi wisata bahari menelusuri Nias seakan memasuki suatu negeri yang asing dan penuh keunikan.
Terletak sekitar 100 km dari Kota Gunungsitoli, Situs Megalit Tetegewo, Desa Lili Saute, Kecamatan Siduaeri, Nias Selatan, merupakan bukti bahwa Pulau Nias adalah rumah dari peradaban megalitikum yang masih hidup.
Jalanan yang berkelok dan berlubang, bahkan hanya terdiri dari bebatuan menemani perjalanan 10 km terakhir menuju situs kuno ini.
Karena letaknya yang berada di atas bukit, untuk mencapai situs ini pengunjung harus melewati jalan bebatuan setapak yang cukup menanjak sejauh kurang lebih 500 meter.
Perkampungan ini sengaja dibuat di atas bukit, karena menurut Sozisokhi Telaumbanua, juru kunci situs kuno ini, pada jaman dahulu sering terjadi peperangan dan hal ini memudahkan raja untuk melihat musuh yang akan menyerang.
Ia kemudian menceritakan awal kisah berdirinya situs ini akibat selisih paham antar bersaudara, kakak beradik, yang salah satunya (kakak) dihukum mati. Kemudian, adiknya, Saufani Ana'a, pindah ke tetegewo untuk membuat suatu perkampungan dan menjadi raja.
Situs megalitikum Tetegewo ini terdiri atas batu-batu besar bersar berbentuk tugu, bundar dan persegi menyerupai meja yang berasal dari Baho, sungai yang terletak tiga km di bawah situs ini berada.
"Kekuatan seseorang tidak mungkin, ilmu ketok pindah, karena tidak masuk akal orang bisa mengangkat itu karena dulu tidak ada alat berat," kata Telaumbanua.
Batu Behu, batu yang berdiri seperti tugu, menandakan sudah pernah membuat pesta besar-besaran. Sedangkan batu menyerupai meja berbentuk bundar merupakan tempat untuk menari pada saat pesta.
Sementara batu menyerupai meja berbentuk persegi untuk raja duduk, sedangkan peserta rapat duduk dibawahnya. Di bawah meja terdapat semacam gua yang berfungsi sebagai penjara untuk seseorang yang telah membunuh, mencuri, atau memperkosa.
Saat ini, dia mengatakan, situs megalitikum Tetegewo tersebut berada di bawah balai pusat arkeologi Banda Aceh, namun sayangnya belum ada perhatian khusus dari pemerintah pusat.
Ia berharap pemerintah pusat dapat memperbaiki infrastruktur untuk menarik lebih banyak pengunjung dan merehab situs untuk melestarikan warisan nenek moyang.
"Infrastruktur diperbaiki, supaya wisatawan bisa langsung ke atas, mengenai rehab situs banyak batu-batu yang terbalik, kami membutuhkan dana untuk memperbaikinya," kata Telaumbanua.
Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2014