Medan (ANTARA News) - Indonesia negara agraris tapi masuk dalam katagori negara pengimpor hasil pertanian/perkebunan terbesar di dunia akibat iklim investasi dan perdagangan yang belum sehat, kata pengamat ekonomi Faisal Basri. Mulai buah-buahan, kacang-kacangan, gula dan termasuk beras dan singkong diimpor Indonesia dari berbagai negara, katanya di Medan, Rabu, pada "Seminar Mendorong Iklim Investasi Daerah Melalui Budaya Bersaing Sehat" yang digelar Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Medan. Impor beras Indonesia misalnya mencapai 3,7 juta ton pertahun, gula 1,6 juta ton, jagung 1,3 juta ton, dan buah-buahan 247 ribu ton pertahun. Padahal, sebagai negara agraris seharusnya Indonesia justru bisa menjadi pengekspor utama berbagai komoditi itu. Menurut dia, iklim investasi dan perdagangan yang belum sehat di Indonesia antara lain dipicu kebijakan pemerintah yang belum memberi dukungan sepenuhnya. Mulai dari keterbatasan infrastruktur yang dipersiapkan pemerintah, birokrasi perizinan hingga pengawasan peraturan yang masih juga belum berjalan. Keterbatasan infrastruktur dan birokrasi perizinan membuat pengusaha lokal sulit mengembangkan bisnisnya secara benar. Pengusaha cenderung mengolah barang setengah jadi bahkan mengekspor bahan baku guna menghindari biaya produksi yang tinggi, katanya. Padahal, menurut dia, produk yang sudah diolah itu nantinya kembali masuk ke Indonesia dan dibeli konsumen dengan harga mahal. Belum lagi soal lemahnya pengawasan yang menyebabkan hasil produk dalam negeri kalah bersaing dengan produk asing dan lambat laun membuat "kematian" pada produk itu sehingga ketergantungan kepada barang impor semakin kuat. "Yang lebih menyakitkan, pemerintah juga tidak bisa mengamankan produk ilegal yang banyak beredar di dalam negeri. Kondisi ini yang seharusnya disadari pemerintah untuk diubah, sementara di sisi lain swasta harusnya juga ikut mendukung dengan bersaing secara sehat," katanya. Sementara itu, Wakil Kepala Badan Investasi dan Promosi Pemerintah Provinsi Sumut, Nurlisa Ginting, mengatakan, kesiapan dan kemampuan daerah dalam berkreasi merupakan salah satu penentu keberhasilan pembangunan dan penciptaan iklim investasi yang kondunsif setelah otonomi daerah. Adapun yang menjadi kendala bagi investor dalam kegiatan invetsasi di Sumut sendiri, menurut dia, antara lain dicabutnya kewenangan pemprov dalam menerbitkan surat persetujuan PMA dan PMDN melalui Keppres 28 tahun 2004. Sementara pemerintah pusat sendiri tidak memberikan insentif yang lebih menarik kepada calon maupun investor seperti yang dilakukan negara kompetitor Indonesia khususnya China.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006