"Aji Solo meminta polisi agar melek undang-undang, khususnya UU Pers, karena kerja jurnalis itu dilindungi UU Pers," kata ketua AJI Solo Kholik Duhri saat dihubungi dari Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan, hal penganiayaan kepada wartawan oleh aparat penegak hukum seperti di Makassar tidak akan terjadi apabila polisi memahami undang-undang yang mengatur tentang pers di Indonesia itu.
"Kenyataannya, banyak petugas polisi di lapangan tidak paham dengan aturan bahwa pekerja pers dilindungi hukum dalam melaksanakan tugas kewartawanan," katanya.
Dia pun menyayangkan, tindakan penganiayaan polisi kepada wartawan yang dilatarbelakangi rasa emosi akibat terlukanya pimpinan mereka dilakukan dengancara tidak tepat.
"Sudah semestinya kasus pemanahan Wakapolresta Makassar itu diselesaikan dengan jalur hukum, pelaku pemanah ditangkap dan diproses hukum, bukan malah menyerang wartawan dengan membabi buta," katanya.
Karena itu, pihaknya mengharapkan Polri kedepannya dapat memberikan pendidikan kepada seluruh personilnya mengenai Undang-Undang Pers agar tercipta harmonisasi antar kedua profesi yang memang sering berdekatan dalam melaksanakan tugasnya.
"Dua profesi ini sebenarnya saling membutuhkan, alangkah lebih baik kalau tercipta pengertian yang baik," katanya.
Sebelumnya diberitakan, sejumlah wartawan di Makassar mendapatkan tindak kekerasan dari polisi saat meliput aksi penolakan kenaikan BBM oleh mahasiswa.
Dalam peristiwa tersebut, wartawan dipukul, ditendang hingga mengalami luka-luka, bahkan ada beberapa dari mereka dirampas memory cardnya.
Korban dari jurnalis dalam peristiwa tersebut diantaranya Iqbal (fotografer Tempo), Waldi (Metro TV) dan Ikrar (Celebes TV).
Menurut keterangan sejumlah saksi mata, dalam kejadian tersebut polisi yang menganiaya wartawan bahkan sempat berteriak "bunuh wartawan".
Pewarta: Akbar Nugroho Gumay
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014