Jakarta (ANTARA News) - Uni Eropa berencana mengajak Indonesia untuk memperkuat kerja sama perdagangan dengan menyebutkan bahwa negara-negara yang tergabung dalam persatuan tersebut akan menjadi pasar ekspor yang potensial bagi Indonesia.
"Kami melihat secara ekonomi makro, neraca perdagangan Indonesia sedang defisit karena impor yang lebih besar daripada ekspor. Oleh karena itu, kami menawarkan pasar ekspor untuk Indonesia," kata Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Brunei Darussalam dan ASEAN Olof Skoog di Jakarta, Jumat.
Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam konferensi pers mengenai pelaksanaan Dialog Bisnis Uni Eropa-Indonesia (European Union-Indonesia Business Dialogue/EIBD) kelima pada 19 November 2014 di Jakarta.
Olof mengatakan bahwa penguatan hubungan perdagangan antara Indonesia dan Uni Eropa merupakan suatu langkah yang menguntungkan bagi kedua pihak.
Hal itu, menurut dia, karena jumlah negara-negara anggota Uni Eropa yang relatif tidak sedikit dapat menjadi pasar tujuan ekspor terbesar bagi Indonesia.
"Indonesia akan memperoleh pasar yang lebih luas di Eropa, di mana pasar itu jauh lebih besar dari pasar di Tiongkok dan India. Kami (Eropa) adalah pasar ekspor terbesar untuk Indonesia," ujar dia.
"Sebagai contoh, Eropa merupakan pasar terbesar untuk minyak sawit asal Indonesia," tambahnya.
Selain itu, kata Olof, dengan rencana Presiden Joko Widodo yang menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar tujuh persen, maka Indonesia memerlukan impor untuk mendongkrak produk domestik bruto.
"Kami melihat Presiden Widodo mengincar pertumbuhan ekonomi sebesar tujuh persen. Indonesia akan butuh banyak impor untuk mendongkrak produk domestik bruto, padahal Indonesia sedang mengalami defisit neraca perdagangan," tuturnya.
"Maka Uni Eropa menawarkan pasar ekspor bagi Indonesia supaya neraca perdagangan bisa membaik dan target pertumbuhan ekonomi tujuh persen itu bisa tercapai," lanjutnya.
Duta Besar Uni Eropa itu juga berpendapat bahwa Indonesia tetap memerlukan impor untuk meningkatkan kualitas produksi dan pembangunan, karena Indonesia masih banyak tergantung pada bahan baku impor dan perkembangan teknologi dari luar.
"Indonesia tetap memerlukan impor, misalnya untuk mendapatkan teknologi terbaik untuk meningkatkan infrastruktur dan berbagai hal lainnya. Dengan peningkatan kualitas, Indonesia bisa mendapatkan pertumbuhan (ekonomi) yang berkelanjutan," jelasnya.
Olof menyebutkan, dalam Dialog Bisnis Uni Eropa-Indonesia pada 19 November nanti, komunitas bisnis Uni Eropa akan membahas rencana penguatan kerja sama perdagangan dan rencana investasi dengan pemerintah Indonesia.
Konferensi EIBD 2014 ini diselenggarakan oleh Uni Eropa-Indonesia Business Network (EIBN) dan komunitas bisnis Indonesia, seperti Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
Pelaksanaan EIBD 2014 juga didukung oleh lima kamar dagang Eropa di Indonesia, yaitu BritCham, EKONID, EuroCham, IFCCI, dan INA.
Olof menyampaikan bahwa dialog EIBD akan difokuskan untuk membahas lima sektor strategis, yaitu Otomotif; Pertanian, makanan dan minuman; Infrastruktur, kelautan dan logistik; Farmasi dan kosmetik; serta Energi dan energi terbarukan.
"Seperti kita ketahui bersama, sebagian dari titik fokus EIBD ini juga merupakan agenda penting program Kabinet Kerja pemerintah Indonesia periode 2014-2019," ujar dia.
Pewarta: Yuni Arisandy
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014