Kupang (ANTARA News) - Menteri Perindustrian Saleh Husin, menyerahkan bantuan mesin untuk sentra industri kecil dan menengah (UKM) di Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, untuk pengembangan dan pengolahan bahan baku tebu yang potensial di daerah itu.
"Selain itu, Menteri Perindustrian juga akan meninjau beberapa pusat kerajinan rakyat di daerah itu untuk mengetahui langsung hambatan dan kendala yang ditemui guna memberikan solusi dan pemecahannya," Kepala Bagian Protokol Setda Provinsi NTT, Paga Wilibrodus, yang dihubungi di Kupang, Jumat.
Ia mengatakan setiba di Rote tadi Menteri Perindustrian menghadiri diskusi terbatas tentang pengembangan industri kecil dan menengah serta kemungkinan penyediaan bahan baku tebu untuk industri gula.
Masih di Kabupaten Rote Ndao, menurutnya, Menteri Saleh Husin juga menyerahkan bantuan CSR atau dana tanggung jawab sosial perusahaan dari PT Semen Kupang untuk pemerintah kabupaten setempat.
"Dana CSR atau dana tanggung jawab sosial perusahaan adalah dana yang dialokasikan dari keuntungan perusahaan termasuk BUMN untuk masyarakat, sebagai kompensasi kepada masyarakat sekitar atas kegiatan perusahaan di daerah tersebut dengan segala dampaknya," katanya
Menurut rencana, kata dia, besok, Sabtu (15/11) politisi partai Hati Nurani Rakyat asal NTT itu beserta rombongan akan berkunjung ke Kota Kupang.
Di Kota Kupang, kata dia Menteri Perindustrian akan menyaksikan penandatanganan nota kesepakatan bersama pengembangan garam antara PT. Chetam Salt dengan Bupati Nagekeo Elias Djo dan PT. Garam dengan Bupati Kupang, Ayub Titu Eki.
Sebelumnya Bupati Nagekeo, Elias Djo mengatakan, pihaknya sudah siap untuk mengembangkan industri garam di daerah tersebut bekerjasama dengan PT. Cheetam Salt.
"Ini adalah komitmen kita menjadikan NTT sebagai salah satu industri garam nasional, akan diwujudkan secepatnya. Pasalnya, sebelumnya, pemerintah telah menetapkan dua daerah di Indonesia sebagai pusat industri garam nasional yakni NTT dan Madura," katanya.
Menurutnya, garam merupakan salah satu komoditi unggulan yang akan dikembangkan di Mbay yang sejak lama ditetapkan pemerintah pusat sebagai Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet) sekitar tahun 1996 lalu.
Pemerintah Kabupaten Nagekeo, jelasnya, tinggal satu langkah untuk membagi eks tanah HGU milik PT Nusa Anoa. BPN pusat sudah mengeluarkan SK 500 hektare lahan dikuasi pemda, kemudian redistribusi kepada petani 200 hektar lebih.
Potensi usaha garam rakyat di Nusa Tenggara Timur (NTT) sangat menjanjikan, namun potensi ini belum digarap secara maksimal. Padahal, bila dikelola secara baik, usaha ini dapat meningkatkan ekonomi rakyat.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTT Abraham Maulaka menjelaskan, sebagai provinsi kepulauan, potensi lahan untuk garam rakyat tersebar merata hampir di semua kabupaten. Belum lagi beberapa lokasi yang memang potensial untuk garam industri namun masih juga menghadapi masalah sengketa lahan.
Menurutnya, pihaknya hanya fokus untuk usaha garam rakyat, sedangkan untuk garam industri ditangani oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Karena itu, pihaknya berharap agar lahan potensial yang masih bermasalah, bisa diselesaikan sehingga dimanfaatkan untuk usaha garam rakyat.
Dia menyebutkan, Kabupaten Manggarai Timur, misalnya, potensi lahan untuk garam rakyat 3.500 hektare, sementara yang dimanfaatkan baru 60,3 hektare. Dari pemanfaatan lahan ini, baru menghasilkan garam sebanyak 53 ton.
Sementara di Kabupaten Nagekeo, potensi lahan 2.000 hektare dengan tingkat pemanfaatan 14,8 hektare. Hasil yang diperoleh 24,9 ton. Manggarai Timur potensi lahannya 5.000 hektare, pemanfaataan 16,3 hektare, dan hasilnya 42,1 ton.
Ende potensi lahannya 200 hektare, pemanfaatan 4,5 hektare, dan produksi 5,9 ton. Dan Kabupaten Alor potensi lahannya 31 hektare, pemanfaatan 3,3 hektare, dan produksi 1,9 ton.
Maulaka mengatakan, dengan potensi lahan garam rakyat yang ada apabila dikelola dengan baik maka NTT bisa memenuhi kebutuhan sendiri. Sementara beberapa wilayah yang potensial untuk garam industry, bisa difokuskan untuk memenuhi kebutuhan garam nasional.
Pewarta: Hironimus Bifel
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014