Jakarta (ANTARA News) - Kebutuhan dana agar Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dapat memberikan pelayanan kepada semua usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang jumlahnya sekitar 44 juta di seluruh Indonesia diperkirakan mencapai Rp220 triliun.
Perkiraan dana itu, kata Sekretaris Menteri Negara Koperasi dan UKM Guritno Kusumo di Jakarta, Rabu, usai mewakili Menkop dan UKM membuka Pra Konvensi Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia, berdasar asumsi setiap UMKM membutuhkan dana rata-rata Rp5 juta.
Sementara dari kebutuhan sebesar itu, lanjutnya, saat ini baru tersedia dana dari berbagai sumber sekitar Rp100 triliun.
Dana itu berasal dari komitmen perbankan sebesar sekitar Rp64 triliun, dari program pemerintah yang tersebar di beberapa departemen sekitar Rp19 triliun dan juga dari alokasi anggaran Kemenkop UKM sebesar Rp1,2 triliuh.
"Berarti masih ada kekurangan dana sekitar Rp100 triliun dan pemerintah berupaya untuk memenuhi anggaran itu," katanya.
Upaya pemenuhan dana itu, lanjutnya, karena semua pihak ingin agar sektor riil dapat bergerak mulai dari usaha mikro, kecil dan seterusnya. "Jadi masalah utama dari semua ini adalah kurangnya permodalan," katanya.
Menyinggung mengenai Koperasi Simpan Pinjam/Unit Simpan Pinjam (KSP/USP) sebagai bagian dari LKM, Guritno mengatakan, pemerintah komitmen untuk mengembangkannya di antaranya dengan memberi pelatihan terhadap para pengelola KSP/USP sehingga mereka dapat berlaku profesional.
Jumlah KSP/USP sendiri saat ini mencapai sekitar 36 ribu, dari jumlah itu yang beroperasi secara profesional baru sekitar 6.000 KSP.
Guritno juga menjelaskan bahwa banyak KSP yang berperan sebagai bank namun dengan payung hukum UU Perkoperasian dan bukan UU Perbankan.
Untuk sementara ini memang belum ada penertiban terhadap KSP semacam itu, namun nantinya jika amandemen terhadap UU Perkoperasian disetujui maka mereka harus menyesuaikan dengan UU tersebut.
Dalam amandemen itu disebutkan bahwa KSP hanya melayani anggotanya. Pelayanan terhadap non anggota diperbolehkan jika semua anggota sudah memperoleh pelayanan atau pinjaman.
Sementara untuk meningkatkan kompetensi para pengelola KSP/USP, Kemenkop UKM sedang menyusun standar kompetensi kerja bagi pengelola KSP/USP. Penyusunan ini ditujukan agar kredibilitas LKM dapat ditingkatkan dan masyarakat tidak perlu khawatir untuk menggunakan jasa LKM tersebut.
Proses penyusunan standar kompetensi itu kini baru mencapai prakonvensi rancangan standar kompetensi kerja. Prakonvensi ini merupakan tindak lanjut dari kesepakatan 10 institusi pada tahun lalu untuk meningkatkan koperasi berkualitas khususnya koperasi berbasis simpan pinjam melalui peningkatakan kualitas SDM pengelola KSP/USP.
Kesepuluh institusi itu adalah Kemenkop dan UKM, PT PNM, Bukopin, Induk Koperasi Simpan Pinjam, Induk Koperasi Syariah BMT, Induk Koperasi Wanita (Inkowan), Induk Koperasi Kredit, Induk Koperasi Pegawai Republik Indonesia, Induk Koperasi Perikanan (IKPI) dan Institut Manjemen Koperasi Indonesia.
Target prakonvensi ini adalah untuk memperoleh persetujuan dari seluruh pemangku kepentingan mengenai Rancangan Standar Kompentensi Kerja Nasional Indonesia - Koperasi Jasa Keuangan (RSKKNI - KJK) draf final.
Draft ini nantinya akan digunakan sebagai bahan bagi Badan Nasional Sertifikasi Profesi untuk menyelenggarakan Konvensi SKKNI-KJK. Setelah itu akan ditindaklanjuti pembentukan Lembaga Sertifikasi Profesi, Lembaga Diklat Profesi dan Tempat Uji Kompetensi.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006