"Selama ini budidaya perikanan baru di pantai, belum lepas pantai. Padahal di luar negeri budidaya lepas pantai sudah dilakukan," kata Zainal Arifin kepada Antara di Jakarta, Rabu.
Zainal mengatakan pengembangan budidaya perikanan merupakan salah satu solusi karena di Indonesia sudah terjadi pengambilan ikan secara berlebihan atau "over-fishing".
Menurut Zainal, "over-fishing" terjadi sejak adanya kapal "trawl" yang menggunakan pukat harimau di Laut Jawa. "over-fishing" mengakibatkan kerusakan ekosistem laut sehingga berpengaruh terhadap keberadaan ikan.
"Over-fishing terjadi di beberapa perairan, khususnya di Indonesia bagian barat. Karena itu, harus dikembangkan budidaya seperti aquaculture atau "marine-culture," tuturnya.
Zainal mengatakan perairan di sebelah selatan Jawa dan barat Sumatera sangat potensial untuk dikembangkan budidaya maupun penangkapan perikanan. Selama ini, nelayan lebih banyak melakukan penangkapan dan budidaya di kawasan pantai, yaitu jarak tiga mil laut dari pulau.
"Padahal, perairan di zona ekonomi eksklusif juga masih memungkinkan untuk dikembangkan. Negara-negara lain sudah melakukan kavling-kavling di wilayah tersebut. Mengapa Indonesia yang dekat malah belum berpikir seperti itu," katanya.
Zainal mengatakan kekuatan poros maritim tidak hanya pada apa yang ada di atas laut dan bersifat infrastruktur fisik seperti tol laut, pelabuhan dan pelayaran saja. Masih banyak potensi di dalam laut yang bisa menjadi kekuatan Indonesia untuk menjadi poros maritim dunia.
Pada pertemuan puncak Forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Beijing, Tiongkok, Presiden Jokowi menyampaikan konektivitas maritim atau tol laut.
Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengatakan tol laut merupakan salah satu komponen poros maritim. Selain itu, dalam tiga tahun mendatang juga akan dikembangkan 24 pelabuhan, empat di antaranya pada 2015.
Presiden Jokowi juga akan memaparkan konsep poros maritim yang diusung pemerintahannya dalam pertemuan puncak Asia Timur (East Asia Summit) di Myanmar, 12--13 November.
(D018)
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014